REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Rizky Suryarandika, Dessy Suciati Saputri
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang kini menjabat anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Jimly Asshiddiqie baru-baru ini mengungkapkan adanya potensi pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dasarnya adalah terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Menurut Jimly, Jokowi salah dalam menerbitkan Perppu, ketika MK memerintahan untuk memperbaiki Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Apalagi, peran DPR sebagai pembentuk undang-undang dikesampingkan dalam proses penerbitan Perppu.
"Perppu ini jelas melanggar prinsip negara hukum yang dicari-carikan alasan pembenaran oleh sarjana tukang stempel," ujar Jimly lewat keterangannya, Kamis (5/1/2023).
Jika memang pemerintah serius, menurut Jimly, pemerintah masih memiliki waktu tujuh bulan untuk memperbaiki substansi bermasalah dalam UU Cipta Kerja. Sekaligus, membuka ruang partisipasi publik yang berarti dan substansial sesuai amar putusan MK.
Menurut Jimly, terbitnya Perppu Cipta Kerja justru menujukkan rule of law yang kasar dan sombong. Jika berkaca pada pernyataan sikap delapan fraksi di DPR terkait sistem proporsional tertutup, bukan tidak mungkin terbuka peluang untuk memakzulkan Jokowi.
"Kalau sikap partai-partai di DPR dapat dibangun seperti sikap mereka terhadap kemungkinan penerapan sistem proporsional tertutup, bisa saja kasus pelanggaran hukum dan konstitusi yang sudah berkali-kali dilakukan oleh Presiden Jokowi dapat diarahkan untuk impeachment (pemakzulan)," ujar Jimly.
Jika mayoritas anggota DPR siap dengan pemakzulan melalui penerbitan Perppu Cipta Kerja, tidak sulit untuk berkonsolidasi dengan anggota DPD. Terutama dalam rapat di MPR untuk menyetujui langkah tersebut.
"Semua ini akan menjadi puncak konsolidasi parpol untuk mengambil jarak dan bahkan memberhentikan Jokowi dari jabatannya," ujar Jimly.
Senada dengan Jimly, mantan Wamenkumham, Denny Indrayana pun mengungkapkan peluang terjadinya pemakzulan terhadap Presiden Jokowi. Denny menyinggung perilaku pemerintah tidak menghormati putusan MK soal UU Cipta Kerja sama dengan melanggar UUD 1945.
"Tidak hormat terhadap putusan MK itu melanggar Undang-Undang Dasar karena MK adalah constitutional organ. Pada saat anda melanggar Undang-Undang Dasar, anda melanggar sumpah jabatan (Pasal 9) karena dalam sumpah jabatan mengatakan menghormati dan melaksanakan Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang dengan selurus-lurusnya," kata Denny, Jumat (6/1/2023).
Denny memandang Presiden Jokowi justru masuk dalam 'jebakan' pemakzulan karena menerbitkan Perppu Cipta Kerja. Sebab, penerbitan aturan tersebut cenderung bisa mengarahkan Presiden Jokowi kepada unsur pengkhianatan Negara.
"Pada saat tidak laksanakan Undang-Undang Dasar atau sumpah jabatan anda masuk dalam konstruksi pengkhianatan terhadap Negara. Kok bisa? Salah satu impeachment (pemakzulan) artikel adalah pengkhianatan negara," ujar Denny.
Walau demikian, jalur pemakzulan Presiden Jokowi tetap berada di tangan DPR RI. Sehingga, kekuatan koalisi pendukung Presiden Jokowi bakal sangat menentukan nasib ke depannya.
"Apakah itu (pemakzulan) bisa terjadi? Tentu di DPR koalisi pemerintahnya masih kuat," ucap Denny.