REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Menteri Keuangan menerbitkan aturan baru tentang pemeriksaan pabean di bidang impor yang dimuat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 185/PMK.04/2022. PMK ini merupakan penggantian atas PMK nomor 139/PMK.04/2007 sebagaimana diubah menjadi PMK nomor 225/PMK.04/2015 dan mulai berlaku setelah 30 hari sejak tanggal diundangkan pada 12 Desember 2022 lalu.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, penggantian PMK ini dilakukan guna simplifikasi ketentuan pemeriksaan fisik barang impor dan penelitian dokumen. “Penggantian PMK juga bertujuan lebih meningkatkan kelancaran arus barang serta mempercepat pelaksanaan pemeriksaan pabean di bidang impor,” ujar Nirwala lewat keterangan resmi yang diterima Republika, Ahad (8/1/2023)
Ia menambahkan, penggantian PMK ini merupakan tindak lanjut program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (RBTK). Sejalan dengan upaya penyelarasan proses bisnis dan teknologi informasi, maka dipandang perlu mengganti ketentuan pemeriksaan barang di bidang impor dengan PMK yang lebih komprehensif.
Pemeriksaan pabean dilakukan terhadap barang impor meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang. Pemeriksaan pabean dilakukan setelah importir atau PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan) menyampaikan pemberitahuan pabean impor atau dokumen pelengkap pabean dengan tujuan untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat.
Penelitian dokumen merupakan kegiatan yang dilakukan sistem komputer pelayanan (SKP) dan/atau pejabat Bea Cukai yang bertugas sebagai pemeriksa dokumen untuk memastikan bahwa pemberitahuan pabean dibuat dengan lengkap dan benar. Penelitian dokumen oleh SKP meliputi, kelengkapan dan kebenaran pengisian pemberitahuan pabean impor; dan pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan.
Sementara, pemeriksaan fisik barang dilakukan Pejabat Pemeriksa Fisik (PFF) dengan membuka kemasan barang dan/atau menggunakan alat pemindai. Pemeriksaan dengan membuka kemasan dilakukan dengan kehadiran PFF secara langsung di tempat pemeriksaan atau melalui media elektronik.
Pemeriksaan fisik barang melalui media elektronik dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Pejabat Bea Cukai berdasarkan permohonan dari importir atau PPJK. Sedangkan pemeriksaan menggunakan alat pemindai dilakukan sebagai pengganti dan atau sebelum pemeriksaan dengan membuka kemasan.
Nirwala menjelaskan, berdasarkan pemberitahuan fisik barang, importir, PPJK, pengusaha TPS (tempat penimbunan sementara), dan pengelola TPP (tempat penimbunan pabean) atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP, melakukan penyiapan barang.
“Dalam PMK baru, prosedur penyiapan barang dilakukan dengan mekanisme pemberitahuan kesiapan barang dari importir/PPJK kepada Pejabat Bea Cukai atau perintah penyiapan barang dari Pejabat Bea Cukai kepada Pengusaha TPS. Penggunaan prosedur penyiapan barang di kantor pabean ditetapkan oleh Kepala Kantor Pabean untuk setiap TPS,” ujarnya.
Nirwala mengatakan, aturan terbaru ini juga mengatur pemeriksaan fisik dapat dilakukan penundaan dalam hal segel peti kemas rusak dan atau telah terbuka, barang yang diperiksa memiliki sifat khusus.
Maka tidak memungkinkan dilakukan pemeriksaan di TPS, pemeriksaan fisik barang membutuhkan bantuan alat khusus yang belum tersedia di tempat pemeriksaan, pemeriksaan fisik barang membutuhkan pengetahuan teknis sehingga perlu menghadirkan tenaga ahli teknis tertentu, dan atau terdapat kendala teknis lainnya yang tidak memungkinkan dilakukan pemeriksaan fisik barang.