REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pangan Nasional menugaskan Perum Bulog untuk menyiapkan pasokan cadangan beras minimal sebanyak 1,2 juta ton untuk melakukan Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) atau operas pasar beras sepanjang tahun. Langkah itu demi mengantisipasi kemungkinan terjadinya gejolak harga dan pasokan beras seperti yang terjadi akhir 2022.
Penugasan itu dituangkan melalui Surat Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 1 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan SPHP Beras di Tingkat konsumen Tahun 2023.
Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, mengatakan, petunjuk tersebut memuat mekanisme pelaksanaan SPHP beras diantaranya target penyaluran, waktu dan lokasi pelaksanaan, serta harga penjualan.
Arief menjelaskan, pelaksanaan operasi pasar beras di Tingkat Konsumen Tahun 2023 akan menggunakan cadangan beras pemerintah (CBP) di Bulog. Bisa berasal dari beras dalam negeri maupu impor sesuai yang ditugaskan pemerintah.
"Pelaksanaannya akan dilakukan di seluruh Indonesia melalui Bulog dengan target penyaluran minimal 1,2 juta ton atau disesuaikan dengan kondisi pasar," kata Arief di Jakarta, Senin (9/1/2023).
Adapun pelaksanaan operasi pasar akan dilakukan sepanjang tahun sejak Januari hingga Desember 2023 dengan intensitas pelaksanaan per bulan mengacu kepada perkembangan harga secara nasional.
Sementara itu, dalam menyalurkan beras, harga dari Bulog ditetapkan sebesar Rp 8.300 per kg hingga Rp 8.900 per kg sesuai zonasi.
Untuk wilayah Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Rp 8.300 per kg, Wilayah Sumatera kecuali Lampung dan Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Rp 8.600 per kg, dan Wilayah Maluku dan Papua sebesar Rp 8.900 per kg.
Arief menambahkan, Bulog dapat melaksanakan SPHP melalui operasi pasar secara langsung di tingkat eceran atau melalui distributor dan mitra yang ada di pasar tradisional atau modern serta tempat-tempat yang mudah di jangkau lainnya.
Ia menambahkan, melihat tingginya keterkaitan beras terhadap kepentingan publik, membuat pemerintah tentunya sangat berkepentingan menjaga stabilitas stok dan harga beras.
"Kenaikan harga beras secara makro akan berdampak pada inflasi dan tingkat kemiskinan, sedangkan secara mikro akan berdampak pada besarnya pengeluaran keluarga atau rumah tangga atas beras yang akan mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga," jelasnya.
Data Susenas Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 mencatat, beras berkontribusi 5,20 persen terhadap jumlah pengeluaran, angkanya bahkan meningkat menjadi 25,87 persen bagi rumah tangga berpendapatan rendah. Pada tahun 2022, beras menyumbang bobot inflasi sebesar 3,33 persen.