Senin 09 Jan 2023 16:35 WIB

Komnas HAM: Kasus Maryam yang tidak Bisa Pulang Bentuk Pelanggaran HAM

Hak-hak pekerja diatur jelas di berbagai instrumen HAM internasional maupun nasional.

Red: Agus Yulianto
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM RI Anis Hidayah.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM RI Anis Hidayah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengatakan, kasus yang dialami Maryam seorang pekerja migran Indonesia (PMI) yang diduga berada di Uni Emirat Arab (UEA) dan tidak diizinkan pulang ke Indonesia merupakan pelanggaran HAM.

"Ini kan salah satu bentuk kasus pelanggaran hak-hak pekerja migran," kata Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM RI Anis Hidayah di Jakarta, Senin (9/1/2023).

Baca Juga

Anis mengatakan, gaji yang tidak dibayar selama tujuh tahun, akses komunikasi yang terputus hingga tidak diizinkan pulang ke Tanah Air merupakan bentuk nyata dari pelanggaran hak-hak pekerja migran. "Setiap orang berhak atas pekerjaan yang layak," tegas dia.

Aktivis HAM dan buruh migran tersebut menjelaskan, hak-hak pekerja diatur jelas di berbagai instrumen HAM internasional maupun nasional. Bahkan, instrumen HAM internasional tentang pekerja migran tersebut telah diratifikasi Indonesia.

Khusus di Indonesia aturan tentang pekerja migran dapat dilihat pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Selain itu, jaminan tersebut juga terdapat dalam perjanjian kerja yang ditandatangani PMI.

"Soal gaji itu biasanya disepakati di perjanjian kerja dan dibayarkan setiap bulan. Tapi kalau ini sampai tujuh tahun, itu harus dipertanyakan," kata dia.

Beberapa hal yang perlu dipertanyakan juga, misalnya, terkait mekanisme pengawasan PMI di luar negeri. Termasuk situasi pekerjaan yang dilakukan PMI tersebut juga harus dipantau oleh pihak yang berwenang.

Bisa jadi, sambung Anis, pekerjaan yang dilakukan Maryam tidak layak atau tidak sesuai dengan kesepakatan sebelum mengadu nasib ke luar negeri.

"Jangan-jangan situasi kerjanya tidak layak. Untuk yang paling dasar saja tidak dipenuhi," ucap dia.

Kemudian pihak yang bertanggung jawab juga harus menyelidiki apakah hak-hak lain didapatkan oleh Maryam, misalnya, soal libur, akses keluar rumah dan lain sebagainya.

Menurut dia, perwakilan RI di UEA harus bisa memfasilitasi mediasi masalah yang dialami Maryam dengan majikan atau orang yang mempekerjakannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement