Senin 09 Jan 2023 16:50 WIB

OJK Perbarui POJK BPRS, Ini Aspek yang Disempurnakan

Aspek kelembagaan pengaturan utama BPRS meliputi pendirian, kepemilikan, dan modal.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolandha
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 26 Tahun 2022 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Foto: istimewa
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 26 Tahun 2022 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 26 Tahun 2022 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Direktur Humas OJK Darmansyah mengatakan hal tersebut merupakan upaya untuk meningkatkan kontribusi industri perbankan pada pertumbuhan ekonomi nasional dengan mendorong konsolidasi pada BPRS.

"Penerbitan POJK BPRS ini merupakan penyempurnaan dari POJK Nomor 3/POJK.03/2016 tentang BPRS," kata Darmansyah dalam pernyataan tertulisnya, Senin (9/1/2023).

Baca Juga

Darmansyah aturan tersebut untuk menekankan pada penguatan kelembagaan untuk mendukung program konsolidasi industri perbankan syariah. Khususnya melalui pendirian BPRS secara efektif.

"Ini juga untuk menciptakan proses perizinan BPRS yang lebih efektif dan efisien serta menghadirkan BPRS yang lebih tertata dan kuat," ujar Darmansyah.

Aspek kelembagaan pengaturan utama BPRS yang disempurnakan meliputi pendirian, perizinan pendirian, dan kepemilikan dan perubahan modal. Selain itu juga mengenai direksi, dewan komisaris, dewan pengawas syariah, dan pejabat eksekutif.

Selain itu, POJK tersebut juga menyempurnakan aspek kegiatan usaha BPRS, jaringan kantor, dan sinergi BPRS. Begitu juga mengenai Cabut Izin Usaha (CIU) atas permintaan pemegang saham.

"Penyempurnaan aturan mengenai pendirian BPRS mencakup pendirian BPRS baru, penyesuaian zona pendirian BPRS, penyesuaian persyaratan modal disetor minimum, dan perubahan Izin Usaha BUS atau BUK menjadi BPRS," jelas Darmansyah.

Selanjutnya, diatur juga penyesuaian terhadap perizinan pendirian BPRS yang terdiri dari percepatan jangka waktu pemberian Persetujuan Prinsip dan Izin Usaha. Begitu juga dengan penempatan modal disetor serta penambahan penilaian terhadap kinerja keuangan dan pemenuhan ketentuan LJK lain yang dimiliki oleh calon Pemegang Saham Pengendali BPRS.

Begitu juga dengan penyesuaian kewajiban BPRS untuk segera melakukan kegiatan usaha setelah izin diberikan. Selain itu, terdapat penambahan pengaturan terkait kepemilikan, permodalan, kepengurusan dan kegiatan usaha BPRS dalam rangka penguatan kelembagaan, digitalisasi pelaporan, dan harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan terkait.

"Peningkatan cakupan jaringan kantor dan penerapan sinergi BPRS di tengah era teknologi yang semakin masif saat ini juga diatur lebih lanjut dengan harapan BPRS dapat memberikan layanan yang lebih optimal dan efisien kepada masyarakat," ungkap Darmansyah.

Dalam upaya perlindungan konsumen, Darmansyah menuturkan, mekanisme pencabutan izin usaha BPRS atas pemegang saham. Hal itu diatur untuk memberi kepastian bagi penyelesaian kewajiban nasabah dan masyarakat.

"Implementasi POJK BPRS diharapkan dapat mewujudkan peningkatan daya saing dan kontribusi BPRS bagi perekonomian di daerah dan bagi industri perbankan nasional," ucap Darmansyah. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement