Senin 09 Jan 2023 22:10 WIB

Inggris Jadi Negara yang Kurang Menarik untuk Berinvestasi

Inggris menjadi kurang kompetitif bagi investasi imbas naiknya biaya energi.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Suasana sekitar pabrik Airbus Defense and Space di Stevenage, Inggris, Senin, 2 Agustus 2021. Inggris menjadi kurang kompetitif dan kurang menarik bagi investor asing dalam berinvestasi imbas melonjaknya biaya energi dan gejolak politik domestik.
Foto: AP/Alastair Grant/AP Pool
Suasana sekitar pabrik Airbus Defense and Space di Stevenage, Inggris, Senin, 2 Agustus 2021. Inggris menjadi kurang kompetitif dan kurang menarik bagi investor asing dalam berinvestasi imbas melonjaknya biaya energi dan gejolak politik domestik.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Inggris menjadi kurang kompetitif dan kurang menarik bagi investor asing dalam berinvestasi imbas melonjaknya biaya energi dan gejolak politik domestik. Hal itu diakui langsung oleh para produsen sebuah survei industri yang dirilis pada Senin (9/1/2023), seperti dikutip dari Reuters.

Proporsi pabrikan yang menganggap Inggris sebagai lokasi yang kompetitif berkurang setengahnya menjadi 31 persen dari 63 persen tahun lalu. Sementara itu, sekitar 43 persen menyatakan, Inggris menjadi kurang menarik bagi investor luar negeri. 

Baca Juga

Adapun, 53 persen perusahaan mengatakan ketidakstabilan politik yang sedang berlangsung telah merusak kepercayaan bisnis. 

Itu berdasarkan survei  Make UK, Badan Perdagangan Utama Inggris, serta akuntan PwC. Survei dilakukan terhadap 235 bisnis berlangsung dari 1 November hingga 22 November, ketika gejolak pemerintahan Liz Truss yang berumur pendek masih segar di benak orang.

Pekan ini Menteri Keuangan Inggris, Jeremy Hunt akan menguraikan rencana untuk secara tajam mengurangi subsidi energi untuk bisnis. Make UK mengatakan rencana tersebut cenderung mengarah pada pengurangan yang memperburuk pekerjaan dan produksi yang sudah ada di dalam pipa.

Saat survei dilakukan pada bulan November, dua pertiga produsen memperkirakan akan mengurangi jumlah karyawan atau memangkas produksi karena biaya energi yang tinggi.

Manufaktur di Inggris telah berjuang akhir-akhir ini. Mengacu pada survei bisnis S&P Global yang diawasi ketat menunjukkan, mereka mengalami penurunan yang lebih parah pada bulan Desember dibandingkan negara anggota G7 lainnya.

"Tahun depan akan sangat menantang bagi produsen dengan berbagai faktor yang menguji tekad mereka," kata Stephen Phipson, Kepala Eksekutif Make UK.

"Gangguan rantai pasokan yang sedang berlangsung, akses ke tenaga kerja dan biaya transportasi yang tinggi yang tidak menunjukkan tanda-tanda mereda dapat menambah rasa ketidakpastian ekonomi dan politik yang tumbuh di pasar utama mereka," katanya menambahkan.

Sementara itu, Phipson mengatakan, akan ada risiko yang signifikan bahwa produsen Inggris akan "jatuh ke dalam celah" jika pemerintah gagal menandingi negara lain yang memiliki program lebih baik dalam menangani lonjakan biaya energi.

Rencana pemerintah untuk mengurangi subsidi energi untuk bisnis akan membuat biaya dukungan turun sebesar 85 persen selama tahun keuangan berikutnya. Itu akan mengurangi pengeluaran hingga sekitar 6 miliar dolar AS, Daily Telegraph melaporkan pada hari Jumat, pekan lalu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement