Senin 09 Jan 2023 22:15 WIB

Swedia Mengeluh Turki Minta Terlalu Banyak Syarat dalam Pengajuan NATO

Swedia menegaskan tidak akan memenuhi seluruh tuntutan yang diajukan oleh Turki

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
 Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (kiri) dan Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson memeriksa penjaga kehormatan militer selama upacara penyambutan di istana presiden di Ankara, Turki, Selasa, 8 November 2022. Kristersson bertemu Erdogan dalam upaya untuk merebut kekuasaan Turki persetujuan atas tawaran negaranya untuk bergabung dengan NATO.
Foto: AP/Burhan Ozbilici
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (kiri) dan Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson memeriksa penjaga kehormatan militer selama upacara penyambutan di istana presiden di Ankara, Turki, Selasa, 8 November 2022. Kristersson bertemu Erdogan dalam upaya untuk merebut kekuasaan Turki persetujuan atas tawaran negaranya untuk bergabung dengan NATO.

REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- Swedia optimis Turki akan menyetujui pengajuan untuk bergabung dengan aliansi militer Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Walau Stockholm menegaskan tidak akan memenuhi seluruh tuntutan yang diajukan oleh Ankara.

"Turki sama-sama menegaskan bahwa kami telah melakukan apa yang kami katakan akan kami lakukan, tetapi mereka juga mengatakan bahwa mereka menginginkan hal-hal yang tidak dapat atau tidak ingin kami berikan kepada mereka," kata Perdana Menteri Ulf Kristersson dalam konferensi think-tank pertahanan di Swedia pada Ahad (8/1/2023).

Finlandia dan Swedia menandatangani perjanjian tiga arah dengan Turki pada 2022. Kesepakatan ini bertujuan untuk mengatasi keberatan Ankara atas keanggotaan kedua negara itu di NATO.

Kristersson mengatakan, tuntutan yang tidak dapat atau tidak ingin dipenuhi Swedia berada di luar lingkup memorandum tiga arah. "Dari waktu ke waktu, Turki menyebutkan individu yang ingin mereka lihat diekstradisi dari Swedia. Untuk itu saya telah mengatakan bahwa masalah tersebut ditangani dalam hukum Swedia," katanya.

Ankara menyatakan kekecewaannya dengan keputusan akhir tahun lalu dari pengadilan tinggi Stockholm untuk menghentikan permintaan mengekstradisi seorang jurnalis yang diduga memiliki hubungan dengan ulama Fetullah Gulen. Gulen telah disalahkan oleh pemerintah Turki sebagai dalang dalam percobaan kudeta.

Kedua negara Nordik ini melamar untuk bergabung dengan organisasi antarpemerintah itu pada Mei tahun lalu. Langkah ini sebagai tanggapan atas invasi Rusia ke Ukraina pada Februari. Namun Turki keberatan atas pengajuan tersebut dan menuduh negara-negara itu menyembunyikan anggota milisi, termasuk dari Kurdistan Workers' Party yang dilarang.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement