Selasa 10 Jan 2023 00:55 WIB

Migran Mengeluh ke Biden Saat Kunjungannya ke Perbatasan

Joe Biden mengunjungi kota Texas El Paso, tepat di seberang perbatasan Meksiko

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Esthi Maharani
 Presiden AS Joe Biden berbicara dengan Walikota El Paso Oscar Leeser saat dia berjalan di sepanjang pagar perbatasan pada kunjungannya ke perbatasan AS-Meksiko untuk menilai operasi penegakan perbatasan, di El Paso, Texas, AS, Ahad (8/1/2023).
Foto: REUTERS/Kevin Lamarque
Presiden AS Joe Biden berbicara dengan Walikota El Paso Oscar Leeser saat dia berjalan di sepanjang pagar perbatasan pada kunjungannya ke perbatasan AS-Meksiko untuk menilai operasi penegakan perbatasan, di El Paso, Texas, AS, Ahad (8/1/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, KOTA MEKSIKO - Migran Venezuela, Julio Marquez menjual permen lolipop di dekat perbatasan di kota Ciudad Juarez, Meksiko utara. Sambil menjajakan dagangannya, ia memegang papan karton bertuliskan "Bantu kami dengan apa pun yang berasal dari hati Anda."

Pesan serupa diungkapkan teruntuk Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden yang mengunjungi kota Texas El Paso, tepat di seberang perbatasan pada Ahad (8/1/2023) waktu setempat. "Kami berharap dia membantu kami, bahwa dia membiarkan kami lewat, karena kami sangat menderita di sini di Meksiko," kata Marquez (32 tahun). "Dia harus mendengarkan orang-orang di sisi ini," imbuhnya.

Kunjungan perbatasan pertama Biden sebagai presiden terjadi beberapa hari setelah kebijakan baru AS ditetapkan. Kebijakan itu bertujuan mengurangi migrasi ilegal. Namun kebijakan itu menuai kritikan para pendukung migran karena membatasi akses suaka.

Pendekatan dua kebijakan tersebut menawarkan jalur hukum ke AS untuk orang Kuba, Nikaragua, Haiti, dan Venezuela tertentu yang memiliki sponsor AS. Namun itu juga mengusir orang dari kebangsaan tersebut kembali ke Meksiko jika mereka mencoba melintasi perbatasan tanpa izin.

Agen migrasi Meksiko dan polisi negara bagian pada Sabtu berpatroli di tepi beton sungai Rio Grande yang memisahkan Ciudad Juarez dan El Paso. Ini menyusul sekelompok keluarga berusaha memanjat melalui kawat berduri ke AS saat itu.

"Menunduk," kata Erlan Garay dari Honduras menginstruksikan seorang wanita Kolombia dan ketiga anaknya, termasuk seorang anak laki-laki berusia 8 tahun yang memegang mainan Spiderman.

"Mereka akan meminta suaka, mereka punya kesempatan," katanya.

Ia mengakui akan mencari tempat lain untuk menyeberang secara sembunyi-sembunyi, dan mengabaikan setetes darah di mana pagar menusuk tangannya. Sedangkan Marquez mengatakan dia dan rekannya, Yalimar Chirinos (19 tahun) tidak memenuhi syarat untuk program masuk resmi baru karena mereka kekurangan sponsor AS.

"Mereka terus-menerus mengubah undang-undang, setiap minggu," kata Chirinos yang mengenakan hoodie hitam dan satu sarung tangan merah muda dan biru untuk menangkal hawa dingin.

Keduanya telah menghabiskan lima bulan di Meksiko setelah melintasi beberapa negara dan hutan Darien yang berbahaya antara Kolombia dan Panama. Mereka tidur di malam hari di jalan tanpa tenda atau selimut, berpelukan agar tetap hangat, waspada terhadap penjahat yang diketahui merampok dan menculik migran.

Marquez mengatakan dia akan bertahan 15 hari lagi berharap menemukan rute legal ke AS sebelum mencari jalan kembali ke Venezuela. "Aku tidak ingin berada di sini lagi," katanya sambil menangis. "Pak Presiden, jika Anda akan mendeportasi saya, deportasi saya kembali ke negara saya, bukan kembali ke Meksiko," kata dia.

Migran lainnya tidak terpengaruh, bahkan setelah pengusiran mereka sendiri ke Meksiko. "Kirim saya ke mana pun Anda mau, saya akan kembali," kata Jonathan Tovar (29 tahun) dari balik pagar kantor migrasi Meksiko di Ciudad Juarez. "Saya ingin presiden Amerika Serikat memberi saya dan keluarga saya kesempatan," imbuhnya.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement