REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Wana Inti Kahuripan Intiga (PT WIKI) mengadukan terbitnya beberapa izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) di dalam area kerja izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam (IUPHHK-HA) kepada Wakil Ketua Komisi IV DPR Budi Djiwandono di Jakarta, Senin (9/1/2023).
Direktur PT WIKI Aryo Bimo, mengatakan, IPPKH sebagai izin untuk pembukaan lahan hutan alam lazimnya diterbitkan setelah adanya komunikasi dengan perusahaan pemegang izin IUPHHK-HA, yaitu perusahaan yang dipimpinnya. Pasalnya, PT WIKI yang selama ini diamanahkan untuk melakukan pemanfaatan hutan secara lestari dan berkesinambungan.
"Namun izin-izin IPPKH di dalam area milik PT WIKI ini, terbit tanpa adanya komunikasi dan koordinasi terlebih dulu dengan PT WIKI. Sehingga sulit untuk menjaga dan mewujudkan pegelolaan hutan secara lestari dan berkesinambungan (sustainable forestry) tersebut," kata Bimo ketika mengadu kepada Budi dalam siaran pers.
Sebagai perusahaan yang mendapatkan nilai pengelolaan hutan produksi lestari (PHPL) dengan kategori 'Baik', kata Bimo, PT WIKI merasa dirugikan atas terbitnya IPPKH di areal kerjanya. Apalagi, sambung dia, tindakan itu dapat merusak penataan siklus penebangan dan mengubah hasil inventarisasi hutan menyeluruh berkala (IHMB) yang telah disetujui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Dengan terbitnya IPPKH tanpa komunikasi dan koordinasi, juga berpotensi mengakibatkan terjadinya pematokan lahan secara ilegal, pembalakan liar, dan penggundulan hutan secara tidak bertanggung jawab. Kami berharap aduan ini ditindaklanjuti dalam Panja Penggunaan, Perusakan dan Pelepasan Kawasan Hutan Komisi IV DPR RI," kata Bimo.
Mendapat pengaduan tersebut, Wakil Ketua Komisi IV DPR Budi Djiwandono menyesalkan penerbitan IPPKH yang tak sesuai aturan. "Bahwa kami sangat menyayangkan telah terjadinya penerbitan IPPKH yang berpotensi menimbulkan kerusakan hutan alam dan lingkungan, yang sama-sama kita junjung tinggi kelestariannya," kata politikus Partai Gerindra tersebut.
Komisi IV DPR, kata dia, bakal segera memanggil pihak terkait, baik dari para pengusaha dan regulator untuk mempertanyakan bagaimana permasalahan itu bisa terjadi. "Kita akan memulai masa sidang pada 10 Januari (2023), dan sesegera mungkin akan kami jadwalkan untuk memanggil pihak-pihak terkait ke DPR," kata Budi.