Selasa 10 Jan 2023 11:59 WIB

JK Ungkap Mengapa Sistem Proporsional Terbuka Lebih Baik

Dalam sistem proporsional tertutup, interaksi antara calon dan pemilih sangat minim.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Teguh Firmansyah
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla saat menghadiri Sidang Senat Terbuka dalam rangka Dies Natalis ke-25 Universitas Paramadina, Selasa (10/1/2023).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla saat menghadiri Sidang Senat Terbuka dalam rangka Dies Natalis ke-25 Universitas Paramadina, Selasa (10/1/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Presiden ke 10 dan 12 Jusuf Kalla (JK) menyampaikan kelemahan dari sistem proporsional tertutup yang saat ini sedang diperjuangkan sejumlah kelompok di Mahkamah Konstitusi (MK). JK yang mendukung sistem proporsional terbuka ini menilai, sistem proporsional tertutup menutup interaksi calon anggota legislatif dengan para pemilih yakni masyarakat.

"Kalau sistem terbuka maka para calon itu ikut berkampanye, kalau tertutup, biasanya mereka diam saja," ujar JK saat menghadiri Sidang Senat Terbuka dalam rangka Dies Natalis ke-25 Universitas Paramadina, Selasa (10/1/2023).

Baca Juga

JK menjelaskan, ini karena dalam sistem proporsional tertutup yang menentukan calon yang menjadi anggota legislatif adalah partai berdasarkan nomor urut. Nomor urut yang lebih awal, lanjut JK, tentu yang pasti lolos.

"Kalau sudah dapat nomor urut 1,2, 3 ya sudah pasti terpilih. Jadi tidak ada kegiatan daripada calon itu," ujarnya.

Sementara, penetapan nomor urut juga diserahkan di masing-masing partai. Kondisi ini berbeda pada sistem proporsional terbuka yakni adanya interaksi calon anggota legislatif dan pemilih. 

Sebab, jika calon tak berkampanye maka peluang dipilih masyarakat semakin kecil. Karena itu, alasan itu juga yang mendasari  sistem pemilihan tertutup diganti ke pemilihan terbuka.

"Kalau sistemnya tertutup maka yang menentukan siapa yang menjadi nomor 1 nomor 2 atau nomor terakhir itu ya itu partai. Jadi itu ditentukan partai. Tapi kalau terbuka yang menentukan pemilih. Karena itu pemikiran waktu itu," ujarnya.

Namun, JK tidak memungkiri sistem proporsional terbuka juga memiliki kelemahan salah satunya berbiaya besar bagi para calon yang belum dikenal masyarakat. JK menilai, hal itu tidak terjadi pada calon yang memang benar-benar memiliki pengabdian di masyarakat.

"Bahwa biaya itu besar tentu saja ada biayanya tetapi kalau dia memang punya pengabdian di masyarakat sebelumnya, dekat dengan masyarakat sebelumnya, kan sistemnya dapil kan, kalau memang dia orangnya mau mengabdi ke dapil sejak sebelumnya, dia nggak perlu uang banyak," ujarnya.

Menurut Mantan ketua umum Partai Golkar ini persaingan uang ini biasanya terjadi antara  calon sesama partai  "Uang banyak itu memang terjadinya karena adanya persaingan internal. Makanya saya bilang kadang-kadang, jeruk makan jeruk. dan Ini memang sudah seharusnya pemilih kita perlu dikembalikan kepada sistem yang baik. Jangan masyarakat juga sudah mulai menikmati katakanlah amplop-amplop dari calon-calon itu. Jadi ini bagaimana kadang-kadang menjadi kurang efektif," ujarnya.

Sebelumnya, JK juga berpandangan sistem pemilihan proporsional terbuka yang saat ini berjalan sudah paling ideal. Meskipun, JK mengakui terdapat kelemahan dari sistem proporsional terbuka. "Jadi sudah benar itu sistem yang terbuka, memang yang harus dihindari itu soal negatifnya," kata JK dalam keterangannya, Senin (9/1/2023).

Baca juga : Tanda Orang Berbohong Bisa Dikenali dari Bahasa Tubuh Ini, Biasanya Si Pembohong tak Sadar

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement