REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Brodie Torrance (Gerard Butler) dihadapkan dengan peristiwa paling mengerikan sepanjang kariernya sebagai pilot. Dia harus membawa pesawat dengan 14 penumpang melewati badai.
Awalnya Torrance sudah menolak jalur yang harus dilewati, namun atasannya memaksa melewati jalur tersebut. Ia pun akhirnya menyerah.
Bersama Dele (Yoson An), Torrance berhasil membawa pesawat take off dengan baik. Hingga akhirnya sampai pada titik badai. Badai besar menghantam pesawat yang dibawanya. Pesawat tersambar petir dan akhirnya mengalami kerusakan dan hilang komunikasi.
Dengan penuh perjuangan, sang kapten akhirnya mampu membawa pesawat melewati badai tersebut. Namun, pesawat itu tidak memiliki kekuatan untuk melanjutkan penerbangannya.
Kapten pun terpaksa melakukan pendaratan darurat demi menyelamatkan para penumpang. Pesawat akhirnya mendarat dengan selamat. Namun, ini justru menjadi permulaan dari perjuangan kapten, kru, juga penumpang.
Mereka mendarat di Jolo, daerah terpencil di Filipina. Di sana mereka bertemu dengan sekelompok milisi anti-pemerintah bersenjata lengkap. Milisi ini menjadikan mereka sebagai sandera untuk memeras keluarga mereka.
Tidak tinggal diam, Kapten berusaha membebaskan penumpang dibantu dengan seorang tersangka pembunuh, yang diangkut oleh FBI, Louis Gaspare (Mike Colter). Gaspare merupakan salah satu penumpang pesawat tersebut.
Bagaimana perjuangan Torrance dan Gaspare? Akankah mereka berhasil menyelamatkan penumpang dan kru lainnya?
Film arahan Jean-François Richet ini memberikan efek menegangkan. Film ini berhasil membua penonton merasa berada didalam pesawat yang sedang diadang badai.
Plane menyuguhkan baku hantam adu senjata antara Torrance, Gaspare, dan kelompok milisi. Film juga penuh dengan adegan kekerasan, bahkan pembunuhan yang mampu membuat bulu kuduk berdiri dan penonton berteriak.