REPUBLIKA.CO.ID, VATIKAN – Paus Fransiskus menyerukan agar status quo sejarah dan hukum di Yerusalem dilestarikan. Hal itu disampaikan saat dia berpidato dalam pertemuan tahunannya dengan perwakilan diplomatik berbagai negara untuk Vatikan dalam rangka Natal dan Tahun Baru. Duta Besar Palestina untuk Vatikan Issa Kassissieh termasuk di antara mereka yang hadir.
Dalam pertemuan tersebut, Paus Fransiskus mengutarakan keprihatinannya atas peningkatan kekerasan di Yerusalem yang memicu lebih banyak korban. Paus Fransiskus menekankan bahwa Yerusalem adalah milik tiga agama monoteistik, yakni Kristen, Islam, dan Yahudi. Menurut ketiga agama itu yang paling terdampak oleh meningkatkan kekerasan di Yerusalem.
Paus Fransiskus mengingatkan, Yerusalem seharusnya menjadi tempat untuk forum perdamaian, bukan teater konflik seperti yang berlangsung hari ini. Kendati demikian, dia tetap yakin Yerusalem akan menjadi tempat dan simbol pertemuan serta persaudaraan.
“Ia (Paus Fransiskus) berharap pihak Palestina-Israel kembali berdialog langsung guna mengimplementasikan visi kedua negara dalam segala dimensinya dan dalam kerangka hukum internasional serta resolusi PBB yang relevan,” kata kantor berita Palestina, WAFA, dalam laporannya, Senin (9/1/2023).
Dalam pertemuan tahunan tersebut, Issa Kassissieh menyampaikan salam dari Presiden Palestina Mahmoud Abbas untuk Paus Fransiskus. Kassissieh pun meminta agar Paus Fransiskus terus berdoa agar keadilan dan perdamaian dapat tercipta di Yerusalem.
Situasi di Yerusalem sempat memanas ketika Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir mengunjungi kompleks Masjid Al-Aqsa pada 3 Januari lalu. Kunjungannya dianggap provokatif dan menuai kecaman dari negara-negara Muslim. Amerika Serikat (AS) yang dikenal sebagai sekutu Israel turut menyayangkan kunjungan Ben-Gvir ke Al-Aqsa.
Saat mengetahui rencana Ben-Gvir mengunjungi kompleks Al-Aqsa, mantan perdana menteri terbaru Israel, Yair Lapid, segera mengkritik keras hal tersebut. “Itamar Ben-Gvir tidak boleh naik ke Temple Mount (istilah umat Yahudi untuk kompleks Al-Aqsa). Ini provokasi yang akan mengarah ke kekerasan yang membahayakan kehidupan manusia dan menjatuhkan korban jiwa," kata Lapid lewat akun Twitter resminya, 2 Januari lalu.
Al-Aqsa telah menjadi salah satu simbol religius dan nasional Palestina. Warga Palestina waspada terhadap segala upaya yang berusaha mengubah status quo Al-Aqsa. Meningkatnya jumlah ultranasionalis Yahudi yang memasuki kompleks Al-Aqsa dan seringnya penyerbuan situs tersebut oleh pasukan keamanan Israel, termasuk di dalam ruang salat, telah meningkatkan kemarahan warga Palestina.
Konfrontasi antara pasukan keamanan Israel serta kelompok pemukim Yahudi di satu sisi dan warga Palestina di sisi lain telah terjadi berkali-kali selama dua tahun terakhir. Intensitas bentrokan meningkat setelah insiden penyerbuan di Al-Aqsa.
Ada kalangan Yahudi yang meyakini bahwa Al-Aqsa berdiri di atas reruntuhan kuil kuno Yahudi. Keyakinan itu yang mendorong mereka kerap berkeras memasuki kompleks Al-Aqsa. Mereka merasa berhak untuk berdoa atau beribadah di sana.