Selasa 10 Jan 2023 17:14 WIB

PBHI: Alasan Penerbitan Perppu Cipta Kerja Mengada-Ngada

PBHI menilai alasan penerbitan Perppu sebagai darurat negara tidak tepat

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Aksi sejuta buruh tolak tolak dan tuntut hak angkt DPR atas Perppu Ciptaker pada Kamis (5/1/2023) di depan gedung parlemen Senayan. Perhimpunan Bantuan Hukum & HAM Indonesia (PBHI) mengkritik pedas penerbitan Perpu Cipta Kerja No. 2 Tahun 2022. PBHI menganggap dalih penerbitan aturan itu hanya akal-akalan Pemerintah saja.
Foto: Perppu CIptaker
Aksi sejuta buruh tolak tolak dan tuntut hak angkt DPR atas Perppu Ciptaker pada Kamis (5/1/2023) di depan gedung parlemen Senayan. Perhimpunan Bantuan Hukum & HAM Indonesia (PBHI) mengkritik pedas penerbitan Perpu Cipta Kerja No. 2 Tahun 2022. PBHI menganggap dalih penerbitan aturan itu hanya akal-akalan Pemerintah saja.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Bantuan Hukum & HAM Indonesia (PBHI) mengkritik pedas penerbitan Perpu Cipta Kerja No. 2 Tahun 2022. PBHI menganggap dalih penerbitan aturan itu hanya akal-akalan Pemerintah saja. 

PBHI menilai keadaan darurat negara yang menjadi dalih penerbitan Perpu itu tergolong tidak tepat, bahkan cenderung mengada-ngada. Perpu itu hadir dengan alasan kegentingan mendesak atas ancaman krisis ekonomi global dan kekosongan hukum sehingga diperlukan peraturan untuk mempermudah arus investasi.

"Membaca kondisi ekonomi yang buruk mustinya berkaca pada kinerja Pemerintahan Jokowi yang ambruk. Pembentukan Perpu No. 2/2022 dalam ihwal kegentingan memaksa tidak memenuhi Ketentuan Pasal 22 ayat (1) UUD ‘45 dan Putusan MK No. 138/PUU-VII/2009," kata Ketua PBHI Julius Ibrani dalam keterangannya, Senin (9/1/2023). 

PBHI menyebut alasan kegentingan mendesak dalam Perpu No 2/2022 menghilangkan sejumlah HAM dalam hal pemerintahan dan pembentukan peraturan perundang-undangan. Pertama, terjadi pelanggaran hak partisipasi rakyat dalam pemerintahan (Pasal 28 D ayat (3) UUD 45, Pasal 43 Ayat (2) dan Pasal 44 UU No. 39/1999 tentang HAM), karena tidak dapat memberikan masukan dan usulan.