REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT – Militer Lebanon mengatakan, pesawat nirawak (drone) dan kapal perang Israel telah melanggar wilayah udara serta laut negara mereka. Tahun lalu kedua negara baru saja meratifikasi perjanjian batas maritim yang dimediasi Amerika Serikat (AS).
Militer Lebanon, dalam keterangannya pada Senin (9/1/2023) mengungkapkan, drone Israel telah melanggar wilayah udara Lebanon. “(Drone Israel) bergerak dari seberang kota (selatan) Ramyah menuju kota Marwahin selama 20 menit,” katanya, dikutip laman Anadolu Agency.
Dalam pernyataan terpisah, militer Lebanon juga menyampaikan bahwa Israel telah melanggar wilayah maritim mereka. “Sebuah kapal perang milik musuh Israel melanggar perairan teritorial Lebanon di Ras Naqura, selatan Lebanon, sekitar 203 meter," ungkapnya.
Militer Lebanon mengatakan sedang menindaklanjuti dua pelanggaran tersebut dalam koordinasi dengan Pasukan Sementara PBB di Lebanon (UNIFIL). UNIFIL adalah pasukan penjaga perdamaian multinasional yang telah dikerahkan di Lebanon selatan sejak 1978. Misi utama mereka adalah menjaga keamanan di wilayah tersebut dan memantau perjanjian penghentian permusuhan.
Terkait dengan dua pelanggaran teritorial tersebut, otoritas Israel belum merilis pernyataan resmi apa pun. Pada 27 Oktober 2022 lalu, Israel dan Lebanon resmi meratifikasi perjanjian batas maritim yang dimediasi AS. Kedua negara menyatakan kepuasan atas kesepakatan bersejarah tersebut. Mantan presiden Lebanon Michel Aoun menandatangani surat persetujuan kesepakatan di Baada, diikuti dengan penandatanganan oleh mantan perdana menteri Israel Yair Lapid di Yerusalem.
Lapid memuji kesepakatan batas maritim dengan Lebanon sebagai pencapaian luar biasa. “Tidak setiap hari negara musuh mengakui negara Israel, dalam perjanjian tertulis, dalam pandangan masyarakat internasional,” ucapnya.
Sementara itu, negosiator Lebanon Elias Bou Saab mengatakan, era baru dimulai dengan diratifikasinya perjanjian batas maritim dengan Israel. “Kita telah mendengar tentang Abraham Accords (perjanjian normalisasi diplomatik Israel dengan beberapa negara Arab). Hari ini ada era baru. Itu bisa jadi kesepakatan Amos Hochstein,” ujar Saab.
Amos Hochstein adalah utusan AS yang menengahi kesepakatan antara Israel dan Lebanon. Meski menyatakan puas atas kesepakatan yang diperantarai AS, Michel Aoun telah menyatakan bahwa Lebanon tidak akan melakukan normalisasi diplomatik dengan Israel. Kebijakan luar negeri Lebanon akan dipertahankan. Artinya Lebanon tetap dalam keadaan berperang dengan Israel.
Israel dan Lebanon terakhir kali terlibat dalam konflik terbuka pada 2006. Kedua negara secara resmi tetap berperang, dengan penjaga perdamaian PBB berpatroli di perbatasan darat. Pada 2020, Israel dan Lebanon melanjutkan negosiasi terkait sengketa perbatasan maritim. Pembicaraan sempat terhenti, tapi dihidupkan kembali pada Juni tahun itu.