REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) Ferdy Sambo mengaku menyesal karena tidak menyarankan istrinya Putri Candrawathi untuk melakukan visum.
"Itulah yang saya sesali, Yang Mulia. Saya tidak berpikir pada saat itu setelah mendengar pukulan berat yang diderita oleh istri saya," kata Ferdy Sambo dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa.
Pernyataan tersebut ia ungkapkan ketika majelis hakim bertanya kepada dirinya mengapa Ferdy Sambo tidak menyarankan Putri Candrawathi untuk melakukan visum terlebih dahulu, atau setidaknya mengajak Putri ke dokter untuk memeriksa barangkali terdapat penyakit menular seksual (pms).
Ferdy Sambo mengatakan bahwa pada saat mendengar pengakuan dari Putri Candrawathi, ia menjadi tidak dapat berpikir panjang sehingga tidak menyarankan untuk melakukan visum. "Saya minta maaf harus menjadi panjang seperti ini, Yang Mulia," kata Ferdy Sambo.
Dalam persidangan tersebut, hakim kembali mempertanyakan perihal peristiwa pelecehan seksual yang dialami oleh Putri Candrawathi di Magelang, Jawa Tengah.
Majelis hakim mengaku kebingungan karena berdasarkan keterangan beberapa saksi atau terdakwa, yakni Ricky Rizal dan Kuat Ma?ruf, menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui peristiwa pelecehan tersebut.
Atas pertanyaan tersebut, Ferdy Sambo menegaskan bahwa ia meyakini kebenaran dari cerita istrinya, dan mengatakan tidak mungkin Putri Candrawathi berbohong tentang peristiwa tersebut. "Terkait penjelasan istri saya di lantai tiga itu saya yakini kebenarannya, karena istri saya tidak mungkin bohong terkait peristiwa seperti itu. Apa gunanya buat dia" kata Ferdy Sambo.
Ricky Rizal, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer, dan Kuat Ma?ruf merupakan terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J). Kelima terdakwa ini didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.