REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan, implementasi jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP) masih jauh diberlakukan di Jakarta. Pasalnya, sejauh ini prosesnya masih dibahas di DPRD DKI Jakarta.
Belum lagi, nantinya ERP ketika diterapkan juga harus melibatkan pebisnis dan koordinasi dengan pemerintah pusat. "Kira-kira itu masih ada tujuh tahapan. Itu dibahas mulai 2022 dan dilanjutkan mungkin 2023," kata Heru kepada media di Jakarta, Rabu (11/1/2023).
Sejauh ini, kata dia, di DPRD DDKI, masih menunggu empat tahap, dari rapat kerja Bapemperda DPRD DKI untuk pembahasan setiap pasal. Setelah itu, akan dilanjut ke proses rapat pimpinan gabungan untuk pembahasan hasil laporan rancangan peraturan daerah (raperda).
Setelahnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian melakukan fasilitasi raperda, dan diakhiri oleh pengesahan perda di rapat paripurna DPRD DKI. Secara umum, kata Heru, proses di DPRD sebagai raperda masih dalam pembahasan, sebelum disetujui di rapat paripurna. Setelah resmi menjadi perda, baru ERP dapat diberlakukan.
"Masih dibahas lagi, bisa pergub, bisa kepgub. Setelah itu baru proses lagi untuk bisnisnya," ucap Heru. Dia menjelaskan, proses bisnis ke depannya tentu masih harus dikaji dalam pembahasan.
Dalam pembahasannya, sambung dia, akan ditentukan badan usaha mana yang akan mengelola kegiatan tersebut. "Itu juga dibahas dengan DPRD. Baru nanti titiknya ditentukan di mana saja, walaupun kita sudah tahu titiknya tidak jauh dari yang sekarang dikenakan 3 in 1," jelas Heru.
Setelah bisnis dikoordinasikan, Heru melanjutkan, pembicaraan berikutnya akan membahas tarif yang diberlakukan di kisaran Rp 5.000 sampai Rp 19 ribu per kendaraan. Hanya saja, semua keputusn itu tetap harus berkoordinasi dengan pemerintah pusat.