REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Fenomena orang menyawer qari, yang terjadi belum lama ini mengundang keprihatinan banyak pihak. Salah satunya adalah Guru Besar Sosiologi Agama Prof Muhammad bin Hasan Baharun.
Menurut dia, fenomena tersebut adalah bentuk merendahkan Alquran dan orang yang menekuni belajar Alquran. “Itu sama saja menyamakan Alquran dengan dangdutan,” ujar Baharun.
Penyawer qariah itu harus mendapatkan sanksi sosial. Tujuannya untuk memperbaiki kepribadian si penyawer. Sekaligus menjadi peringatan untuk orang banyak agar tidak melakukan hal sama. Juga untuk memotivasi orang menghormati pegiat kajian Alquran.
Baharun menjelaskan, kalau sawer itu dimaksudkan untuk menghormati qari, caranya bukan begitu. Seharusnya, menurut Baharun, tunggu dulu si qari membaca Alquran sampai selesai. Setelah itu, berikan hadiah kepada si qari dengan cara yang sopan.
Dia menjelaskan, memberi hadiah atau sedekah kepada orang lain itu jangan disertai dengan pamer. Berikan kebaikan kepada orang yang dituju dengan diam-diam. “Biar si penerima, si pemberi, dan Allah, yang mengetahui bentuk hadiah yang diberikan. Dan biarkan Allah yang menentukan setelah itu,” kata Baharun.
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga mengecam aksi saweran terhadap qariah. Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ikhuwah Cholil Nafis menegaskan, perbuatan tersebut sangat bertentangan dengan ayat-ayat Alquran sehingga layak untuk dikecam. Ia mendorong agar ulama dan masyarakat untuk menolak perilaku tersebut serta tidak menganggapnya sebagai sebuah tradisi.