Rabu 11 Jan 2023 17:10 WIB

Respons Abu Dawud Ketika Diminta Penguasa Berikan Pengajaran Khusus di Istana Raja

Abu Dawud dikenal sebagai ulama yang pakar dan berintegritas

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi pendidikan Islam Abu Dawud. Abu Dawud dikenal sebagai ulama yang pakar dan berintegritas
Foto: Dok Ponpes Darul Akhyar
Ilustrasi pendidikan Islam Abu Dawud. Abu Dawud dikenal sebagai ulama yang pakar dan berintegritas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Abu Dawud merupakan seorang alim yang hidup pada masa keemasan Islam. Ia dikenal sebagai seorang ulama yang saleh, warak, dan tekun dalam disiplin keilmuan hadis. Karena itu, tokoh yang berasal dari Persia itu sangat patut menjadi teladan. 

Para ahli hadis menyatakan, sifat-sifat Abu Dawud menyerupai gurunya, Imam Ahmad bin Hanbal. Adapun Imam Hambali memiliki sifat-sifat serupa gurunya, Imam Waqi bin Jarah. Imam Waqi menyerupai Sufyan ats-Tsauri. 

Baca Juga

Yang belakangan itu menyerupai Ibnu Mas'ud. Sosok dari generasi sahabat itu mempunyai pekerti yang menyerupai Nabi Muhammad SAW. Urutan-urutan itu menggambarkan ketinggian akhlak dan kepribadian Abu Dawud. Beberapa keagungan akhlak Abu Dawud yaitu: 

Pertama, menurut berbagai riwayat, baju yang dipakainya sering kali tampak berbeda, yakni antara bagian lengan sebelah kanan dan yang kiri.Yang satu lebar, sedangkan lainnya lebih sempit. 

Orang yang memperhatikannya akan bertanya. Barang kali sang penulis Sunan Abu Dawud itu sekadar ingin nyentrik? Ternyata bukan begitu. Jawabnya, “Lengan baju yang lebar dipergunakan untuk membawa kitab. Kalau keduanya sama-sama lebar, itu hanyalah pemborosan dan berlebih-lebihan (untuk lengan yang tidak membawa kitab?Red).” 

Kedua, Abu Dawud juga dikenal sebagai seorang yang menghormati orang tua sekaligus menyayangi yang lebih muda. 

Dari Abu Bakar bin Jabir yang juga pembantu Abu Dawud, Imam al-Khattabi menuturkan, “Aku bersama Abu Dawud tinggal di Baghdad. Pada suatu waktu, ketika kami selesai menunaikan shplat Maghrib, tiba- tiba pintu rumah diketuk orang. Lalu, pintu kubuka dan seorang pelayan melaporkan bahwa Amir Abu Ahmad al-Muwaffaq mohon izin untuk masuk. Kemudian, aku melaporkan kedatangan tamu ini kepada Abu Dawud.“ 

Baca juga: Al-Fatihah Giring Sang Ateis Stijn Ledegen Jadi Mualaf: Islam Agama Paling Murni

 

Ia pun mengizinkan. Sang amir pun masuk, lalu duduk. Tak lama kemudian, Abu Dawud menemuinya seraya menanyakannya, apakah yang mendorongnya untuk datang.

Sang amir menjawab, “Tiga kepentingan. Pertama, hendaknya tuan berpindah ke Basrah dan menetap di sana supaya para penuntut ilmu dari berbagai penjuru dunia datang kepada Tuan.Maka Basrah akan makmur kembali.

Kedua, hendaknya Tuan berkenan mengajarkan Sunan kepada putra-putraku. Ketiga, hendaknya Tuan mengadakan majelis tersendiri untuk mengajarkan hadits kepada putra-putra khalifah. Sebab, mereka tidak mau duduk bersama dengan orang umum.” 

Abu Dawud menyatakan tidak bisa memenuhi permintaan yang ketiga. Manusia pada dasarnya adalah sama, baik pejabat maupun rakyat, tegasnya.

Sejak saat itu, putra-putra khalifah hadir dan duduk bersama di majelis taklim.Abu Dawud berkata, Hendaknya para ulama tidak mendatangi para raja dan penguasa, tetapi mereka-lah yang harus datang kepada para ulama.     

sumber : Harian Republika
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement