REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jalanan-jalanan di Jakarta semakin dipadati oleh mobil pribadi. Banyaknya kendaraan pribadi yang tumplek di jalanan Ibu Kota sehingga membuat macet parah, menjadikannya salah pertimbangan dilakukannya rencana jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) di DKI Jakarta.
Kebijakan tersebut dinilai bisa memaksa masyarakat beralih dari angkutan pribadi ke angkutan umum. Benarkah demikian?
Alih-alih kebutuhan, sejumlah orang memiliki mobil karena gengsi. Pakar perencana keuangan Safir Senduk menilai terutama di kawasan Jabodetabek, masih banyak orang menilai ukuran kemapanan seseorang dari kepemilikan sebuah barang.
“Sering kali tunduk dengan mindset keuangan, khususnya orang zaman dulu, seperti orang tua atau kakek nenek kita ‘Kamu belum mapan kalau belum memiliki sesuatu.' Jadi, kamu kerja terus kalau sudah punya rumah sudah dianggap sukses,” kata Safir kepada Republika.co.id, Rabu (11/1/2023).
Selain rumah, standar kemapanan lain adalah kendaraan walaupun kendaraan tersebut belum lunas, masih dicicil setiap bulan. Menurut Safir, standar kemampanan seseorang bukanlah dari barang yang dimiliki. Sebab, itu tidak menggambarkan orang tersebut sudah sukses secara perencanaan keuangan.
Menurut dia, kesuksesan keuangan bukan diukur dari kepemilikan barang, melainkan diukur dari investasi yang dimiliki. Misalnya, seseorang sudah mempunyai investasi seperti reksadana atau obligasi, maka orang tersebut sudah termasuk dalam kategori sukses secara keuangan.
“Masih banyak orang yang gajinya besar masih cicil barang ini itu tetapi dia tidak punya tabungan investasi. Ini artinya dia kalah sukses secara keuangan dibandingkan orang yang hanya menggunakan transportasi umum tetapi mempunyai tabungan investasi lebih banyak,” ujarnya.
Safir menyebut warga Jabodetabek masih mementingkan gaya hidup dan mengukur sebuah kesuksesan dari sebuah kepemilikan. Oleh karena itu, masih banyak orang yang ingin mempunyai mobil. Padahal menggunakan transportasi publik bisa menjadi pilihan yang tepat.
“Kendaraan umum kita memang kalah dengan Singapura. Namun, kondisinya sekarang jauh lebih baik dibandingkan 10 tahun lalu,” ujarnya.
Hal serupa juga diungkapkan pakar perencana keuangan sekaligus CEO PT Solusi Finansialku Indonesia (Finansialku.com) Melvin Mumpuni. Dia menyarankan agar masyarakat menggunakan transportasi umum dibandingkan mempunyai mobil pribadi.
“Saya lebih sarankan transportasi umum karena bisa berhemat dan bisa mengurangi polusi udara,” kata dia.
Sebelum membeli mobil, dia menekankan perlu dipertimbangkan secara matang. Jangan sampai, membeli mobil hanya karena gengsi. “Pertimbangkan semua biaya untuk punya kendaraan, mulai dari bahan bakar, tol, service berkala, dan lain-lain. Jangan sampai demi gengsi dan tampak mapan, tetapi mengorbankan keuangan,” tambahnya.