REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sistem jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) yang akan diterapkan di DKI Jakarta dinilai lebih baik dibandingkan sitem ganjil genap (gage). Pengamat otomotif Bebin Djuana mengatakan, dengan sistem jalan berbayar, warga dapat melewati jalan tersebut "seluas-luasnya".
"Kalau memang ada keperluan lewat di jalur tersebut, dan mempersingkat perjalanan. Jadi, lebih sportif bayar daripada gage sekarang ini," kata dia, Rabu (11/1/2023).
Bebin menyebut, sistem ERP harus jelas dan transparan. Alatnya berada di mana saja dan ketegasan dalam penegakan hukum. Jika melanggar akan dikenakan sanksi.
"Jangan sampai ada jebakan. Sistem ERP-nya ditaruh di mana, masyarakat tidak tahu. Harus ada tandanya," kata dia.
Dia menyarankan, terkait tarif ERP hendaknya disamaratakan saja. Misalnya, Rp 10 ribu untuk mobil dan Rp 2.000 untuk motor di semua jalan yang diterapkan sistem ERP. Bebin berharap apabila sistem ERP diterapkan, masyarakat bisa lebih disiplin dalam berkendara.
Pemerintah pun perlu terus mengawasi dan menegakkan hukum bagi yang tidak patuh. "Ya harus jelas ini nantinya sistem ERP dan penegakan hukumnya juga, tidak ada pengecualian," kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, berdasarkan kajian Pemprov DKI, tarif jalan berbayar di DKI Jakarta akan menyesuaikan dengan tata ruang sekitar, berada di kisaran Rp 5.000 hingga Rp 19 ribu.
Berdasarkan raperda yang kini dibahas di Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) ada beberapa jenis kendaraan yang tidak akan dikenakan biaya. Contohnya, sepeda listrik, kendaraan bermotor umum pelat kuning, kendaraan dinas selain pelat kuning, kendaraan diplomat, ambulans, hingga pemadam kebakaran. Sisanya, berbayar. Besaran tarif ditentukan dengan pergub setelah mendapatkan persetujuan dan proses lengkap di DPRD.