Rabu 11 Jan 2023 23:21 WIB

Laporan: 700 Pelajar Muslimah di Karnataka India Dilarang Masuk Kelas Selama 2022

Kebijakan berhijab membuat siswi-siswi Muslimah terhalang sekolah di Karnataka India

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Nashih Nashrullah
Murid sekolah Muslimah di India (ilustrasi). Kebijakan berhijab membuat siswi-siswi Muslimah terhalang sekolah di Karnataka India
Foto: Indiatoday.in
Murid sekolah Muslimah di India (ilustrasi). Kebijakan berhijab membuat siswi-siswi Muslimah terhalang sekolah di Karnataka India

REPUBLIKA.CO.ID, KARNATAKA–Sebuah laporan oleh Persatuan Rakyat untuk Kebebasan Sipil (PUCL) mengatakan setidaknya 700 pelajar Muslimah di Karnataka, negara bagian India, dilarang masuk ke ruang kelas atau diskors oleh institusi mereka karena menolak membuka jilbab. Laporan tersebut muncul setelah keputusan Mahkamah Agung atas kasus larangan jilbab.

Dilansir dari News Click, Rabu (11/1/2023), laporan tersebut merekomendasikan upaya segera untuk memberikan dukungan kesehatan mental bagi pelajar Muslimah yang terkena dampak buruk dari peristiwa ini.

Baca Juga

Laporan itu juga menegaskan bahwa pemerintah Partai Bharatiya Janata (BJP) yang memerintahkan untuk melarang jilbab di dalam ruang kelas dan mengakibatkan dikeluarkannya anak perempuan Muslim dari fasilitas pendidikan di Karnataka. 

Laporan itu bahkan mengungkap ada 1010 anak perempuan antara usia 17 dan 18 telah meninggalkan perguruan tinggi sama sekali karena larangan jilbab serta 'alasan lain'.

Taluk Bengaluru Selatan dan Bengaluru Utara dilaporkan mengalami jumlah putus sekolah tertinggi. 828 anak perempuan berada di PUC pertama (standar ke-11) pada saat putus sekolah. 

Ini adalah jawaban yang diberikan oleh Menteri Pendidikan BC Nagesh atas pertanyaan yang diajukan di majelis oleh Kongres MLA Sowmya Reddy.

Untuk menyusun laporan ini, tim PUCL mengaku mengunjungi beberapa institusi di lima distrik yaitu Karnataka- Hassan, Dakshina Kannada, Raichur, Udupi dan Shimoga. Mereka mengumpulkan kesaksian siswa, administrator, dan pendidik untuk mendapatkan yang fakta yang lebih jelas

Instruksi ke sekolah

PUCL menemukan bahwa instruksi tidak berdokumen kepada kepala sekolah dan administrator perguruan tinggi untuk memberlakukan aturan yang menyebabkan kekacauan dan penyalahgunaan kekuasaan atas siswa dari minoritas. Beberapa otoritas perguruan tinggi memberi tahu tim PUCL bahwa mereka terperangkap antara melindungi kepentingan siswa minoritas dan tekanan dari otoritas yang lebih tinggi.

Ancaman dari pelajar Hindu

Laporan PUCL merinci kondisi ketakutan dan isolasi sosial yang menyasar gadis-gadis Muslim. Hal ini dilaporkan telah dilakukan oleh teman sekelas Hindu mereka yang dimobilisasi oleh kelompok Hindutva. 

Baca juga: Al-Fatihah Giring Sang Ateis Stijn Ledegen Jadi Mualaf: Islam Agama Paling Murni

Mereka disuruh menghadiri aksi unjuk rasa dan pawai dengan mengenakan selendang kunyit. Beberapa memposting pesan ancaman di grup WhatsApp mereka.

Meski menghadapi ancaman fisik, laporan tersebut menuduh bahwa otoritas perguruan tinggi tidak melakukan intervensi untuk memastikan keselamatan dan kesejahteraan siswanya. 

Hilangnya persahabatan dan tidak adanya persaudaraan telah berdampak buruk pada kesehatan mental siswi Muslimah. Laporan tersebut kemudian mendesak program segera untuk membantu anak-anak dalam tekanan mental yang parah.  

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement