Kamis 12 Jan 2023 00:50 WIB

Pakar Hukum Sebut KUHP Baru Wujudkan Hukum Pidana Indonesia Lebih Modern

Pakar hukum menilai sosialiasi KUHP baru diperlukan agar warga paham secara utuh

Ahli Hukum Universitas Negeri Semarang, Prof Benny Riyanto mengatakan KUHP baru yang dimiliki Indonesia saat ini merupakan hukum pidana yang lebih modern dan menjadi cerminan nilai asli bangsa Indonesia.
Foto: istimewa
Ahli Hukum Universitas Negeri Semarang, Prof Benny Riyanto mengatakan KUHP baru yang dimiliki Indonesia saat ini merupakan hukum pidana yang lebih modern dan menjadi cerminan nilai asli bangsa Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Ahli Hukum Universitas Negeri Semarang, Prof Benny Riyanto mengatakan KUHP baru yang dimiliki Indonesia saat ini merupakan hukum pidana yang lebih modern dan menjadi cerminan nilai asli bangsa Indonesia. 

KUHP yang berlaku di Indonesia berasal dari Belanda dan memiliki nama asli Wetboek van Strafrecht voor Nederlansch Indie (WvS). WvS diadopsi menjadi hukum nasional melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Upaya pembaruan KUHP dimulai sejak 1958 yang ditandai dengan berdirinya Lembaga Pembinaan Hukum Nasional (LPHN). Pada tahun 1963 diselenggarakan Seminar Hukum Nasional I yang menghasilkan berbagai resolusi antara lain untuk merumuskan KUHP Nasional.

Hal tersebut disampaikan Prof Benny Riyanto ketika menghadiri diskusi publik dalam rangka sosialisasi KUHP baru di Padang Sumatera Barat, Rabu (11/1/2022). “Dengan telah disahkannya KUHP baru pada tanggal 6 desember 2022 lalu berarti Indonesia telah meninggalkan produk Kolonial Belanda.” 

Dirinya menambahkan bahwa sosialisasi KUHP mutlak diperlukan agar masyarakat mampu memahami aturan hukum tersebut secara utuh. “Sosialisasi KUHP baru ini sangat penting sebagai legacy atau warisan untuk bangsa dan masyarakat dapat memahaminya secara komprehensif”, ujar Prof Benny.

Menurut Prof. Benny, salah satu hal krusial dan pentingnya sosialisasi KUHP adalah perubahan paradigma hukum. Adanya perubahan paradigma yang bersifat rehabilitatif dan restoratif.

“KUHP baru ini merupakan perwujudan reformasi sistem hukum pidana nasional yang menyeluruh berdasarkan nilai-nilai Pancasila, budaya bangsa dan HAM secara universal,” tutur Ahli Hukum Universitas Diponegoro.

Tidak hanya itu, dengan adanya KUHP baru berarti pemerintah telah menjalankan amanah konstitusi dari TAP MPR II/MPR/1993 tentang GBHN dan Undang-Undang 17 Tahun 2007 tentang RPJPN. Menurutnya, kedua aturan tersebut mengamanatkan mengganti peraturan perundang-undangan produk kolonial menjadi produk nasional

Prof Benny Riyanto berharap seluruh elemen bangsa termasuk masyarakat dapat mendukung realisasi dan implementasi KUHP baru yang akan mulai berlaku 3 tahun kedepan setelah disahkan produk hukum tersebut.

Prof Benny juga menjelaskan, Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) pertama kali disampaikan ke DPR pada Tahun 2012 pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono namun belum sempat dibahas dan pada tahun 2015 Presiden Joko Widodo menyampaikan kembali ke DPR serta menerbitkan Surat Presiden Nomor R-35/Pres/06/2015, tanggal 5 Juni 2015 yang ditindaklanjuti dengan pembahasan secara intensif selama lebih dari 5 (Lima) tahun.

“Tim Pemerintah  Pembahasan RUU KUHP kemudian menerima masukan dari berbagai unsur masyarakat serta kementerian/lembaga terkait beberapa substansi RUU  KUHP, “ ujarnya.

Dalam pembahasan tersebut, Pemerintah telah melakukan diskusi dan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait, organisasi profesi, akademisi, praktisi, ahli, dan unsur-unsur masyarakat dalam membahas substansi dan materi yang diatur dalam RUU KUHP.

Pada kesempatan yang sama, Akademisi FHUI, Prof Harkristuti Harkrisnowo memaparkan sejumlah kebaruan dari KUHP baru. Seperti tidak adanya lagi kategori kejahatan dan pelanggaran. Lalu KUHP baru juga mengakui keberadaan hukum yang hidup dalam masyarakat atau asas legalitas tetap dipertahankan.

Khusus terkait Living Law, menurutnya, itu sebagai bentuk pengakuan dan penghormatan terhadap hukum adat (delik adat) yang masih hidup, akan tetapi dibatasi oleh Pancasila, UUD NRI 1945, HAM, dan asas-asas hukum umum yang berlaku dalam masyarakat bangsa-bangsa. “Menurut MK, Pasal 2 UU KUHP merupakan delegasi wewenang yang diatur dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya  sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur UU.” Jelas Prof Harkristuti.

Sementara itu, Pakar Hukum Universitas Trisakti Jakarta Yenti Garnasih menyambut positif upaya pemerintah dalam melakukan sosialisasi KUHP Baru kesemua lapisan masyarakat di seluruh Indonesia. 

Kegiatan itu diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang aturan hukum yang baru disahkan DPR pada Selasa (06/12/2022). Pasalnya, KUHP Nasional itu baru berlaku tiga tahun setelah diundangkan.

Kegiatan sosialisasi KUHP di Padang turit dihadiri oleh unsur Muspida dan unsur Forkominda serta kalangan mahasiswa serta Sejumlah tokoh di Sumatea Barat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement