Kamis 12 Jan 2023 05:30 WIB

Kisah Seorang Raja yang Murtad ke Setelah Sempat Jadi Mualaf

Seorang raja memilih murtad dan berpindah ke agama lain.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Hafil
Kisah Seorang Raja yang Kembali ke Setelah Sempat Jadi Mualaf. Foto: Mualaf (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Kisah Seorang Raja yang Kembali ke Setelah Sempat Jadi Mualaf. Foto: Mualaf (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Sejarah mencatat ada seorang raja yang sudah masuk Islam, tetapi kemudian menjadi murtad. Hal itu terjadi di masa kekhalifahan Umar bin Khattab RA.

Raja tersebut adalah Raja Ghossan bernama Jablah bin Ayham bin Harits Al-A'raaz bin Syamar Al-Ghossani. Raja Jablah penguasa negeri Syam saat akan di-Qishas oleh Khalifah Umar karena memukul hidung saudaranya seimannya saat menunaikan ibadah haji.

Baca Juga

Nasiruddin S.AG MM dalam bukunya "Kisah Keadilan Para Pemimpin Islam" menceritakan saat itu setelah Jablah masuk Islam, Ia hendak menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim untuk menunaikan ibadah haji ke kota Makkah. Karena Jablah merupakan orang penting ia mengirim surat ke Madinah pusat pemerintahan Khalifah Umar Bin Khattab atas rencananya akan menunaikan ibadah haji.

"Surat itu isinya menginformasikan bahwa Jablah akan mengunjungi kota Madinah sebagai ibu kota pemerintahan Islam pada masa itu untuk bersilahturahmi dengannya setelah itu menunaikan ibadah haji," katanya.

Dengan senang hati Khalifah Umar Bin Khathab menerima maksud kedatangan tersebut. Umar berjanji akan melayaninya sebagai tamu kehormatan bagi khalifah di Ibu Kota Madinah.

Jablah bin Ayham bin Harits Al-A'raaz bin Syamar Al-Ghossani pun bersiap-siap untuk berangkat ke Madinah sambil menyiapkan 500 orang yang terdiri dari keluarga kerajaan, kaum kerabat, handa taulan dan para pengawalnya untuk menunaikan ibadah haji di Kota Makkah.

Ketika rombongan tersebut sudah memasuki kota Madinah, Jablah bin Ayham mengutus pengawalnya untuk menginformasikan ke kedatangannya kepada Khalifah Umar bin Khathab. Betapa senangnya khalifah mendengar kedatangan raja Ghossan itu.

"Lalu Umar memerintahkan para penduduk kota Madinah menyambut kedatangannya sambil menyiapkan hidangan untuk tamu terhormat itu," katanya.

Sementara itu Jablah memerintahkan seratus orang pengawalnya untuk mengenakan pakaian ketentaraan yang terbuat dari sutra. Para pengawal tersebut dengan gagahnya mengendarai kuda yang berhiaskan emas, permata dan aneka hiasan lainnya.

Sedangkan Raja Jablah sendiri mengenakan mahkota yang bertahtakan intan permata dan berlian yang indah dan mahal. Pada saat rombongan kerajaan Al-Ghossani memasuki gerbang kota Madinah para Penduduk Madinah, maka keluar penduduk kota tersebut, tua muda anak-anak, kaum remaja, kaum bapak, kaum ibu sorak sorai menyambut kedatangan Raja Ghossan tamu kehormatan Khalifah Umar bin Khattab.  

Sementara itu para janda dan anak gadis setempat sangat terheran-heran dengan pakaian yang dikenakan raja Jablah saat itu. "Semua memuji keindahan dan kemewahan pakaian kerajaan tersebut," katanya.

Ketika sampai di kota Madinah, Raja Jablah langsung menemui Khalifah Umar untuk memberi tahu kedatangannya. Khalifah Umar langsung menyambut kedatangannya dengan penuh penghormatan dan ramah tamah seorang khalifah terhadap pembesar negeri lainnya.

"Assalamualaikum wahai amirul mukminin apa kabarnya Anda saat ini?"

" Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh," jawab Khalifah Umar dengan penuh kehormatan.

"Alhamdulillah berkat doa anda sekalian, sampai saat ini saya dalam keadaan sehat wal afiat," kata Umar.

Kemudian Umar Bin Khattab menjamu tamunya dengan ramah tamah serta menghidangkan makanan sebagai pengisi perut atas perjalanan yang melelahkan bagi raja Jablah Al-Ghossani bersama romobongan. Lalu keduanya ngobrol asik tentang kondisi keamanan dan kesejahteraan rakyat di negeri sekitar Syam.

Tak lama kemudian, raja Jablah Al-Ghossani berkata kepada Khalifah Umar. "Wahai Amirul Mukminin sebenarnya kedatangan saya ke kota Makkah nanti adalah untuk menunaikan ibadah haji tahun ini," katanya.

Khalifah Umar pun menyambut positif maksud kedatangannya seraya berkata. " Insya Allah saya juga akan melaksanakan ibadah haji tahun ini. Dan jika tidak keberatan bagaimana kita berangkat bersama-sama ke kota Makkah untuk menunaikan ibadah haji," ajak Umar.

Akhirnya Khalifah Umar bersama-sama berangkat bersama rombongan kerajaan Al-Ghossani untuk melaksanakan ibadah haji. Sesampainya di Kota Makkah mereka bersama-sama melaksanakan tawaf qudum sebagai tanda kedatangan mereka di Baitullah Ka'bah dan mereka berbaur dengan kaum Muslimin lainnya melaksanakan tawaf dengan khusu dan khidmat.

Ketika Jablah sedang melakukan tawaf di sekeliling Ka'bah, tiba-tiba kain ihramnya tanpa disadari terinjak oleh kaki seorang lelaki dari bani Fazaroh, hingga terlepas dari tubuhnya. Betapa terkejut Jablah dengan hal itu. lalu dengan perasaan kesal ia pukul muka lelaki tersebut dengan tangannya hingga berdarah.

Akhirnya lelaki dari bani Fazaroh itu tidak menerima perlakuan Jablah terhadapnya, karena ia melakukan hal itu tidak dengan sengaja. Kemudian ia datang dan mengadu kepada Khalifah Umar tentang perlakuan raja Ghossan itu terhadapnya.

"Umar memang seorang khalifah yang sangat arif dan bijaksana serta memperhatikan pengaduan rakyat kecil dan keluhan umatnya," katanya.

Maka, ia pun mendengarkan semua pengaduannya tersebut serta mengakomodasikan untuk dicarikan jalan keluar yang terbaik baginya. Setelah itu ia mengutus seseorang untuk memanggil Jablah agar menghadapnya

Umar bertanya. "Hai Jablah, benarkah anda telah memukul seorang lelaki dari bani Fazaroh ketika ia sedang tawaf di sekeliling Ka'bah? "Tanya Khalifah Umar kepada Jablah.

Dengan angkuh Jablah menjawab, "Benar Amirul Mukminin. Memang benar saya telah memukul hidung lelaki itu karena ia dengan sengaja telah menginjak kain ihram saya, hingga akhirnya terlepas dari tubuh saya. Kalau seandainya saja bukan karena kemuliaan Ka'bah baitullah aku sudah saya tebas batang lehernya! ".

Lalu Umar berkata, "Baiklah, karena anda telah melakukan perbuatan yang menyakiti orang lain, maka sebaiknya minta maaf kepadanya, dan kalau tidak saya akan memerintahkan kepadanya untuk menuntut balas atas perbuatan anda tersebut. Karena bagaimanapun anda tidak boleh berbuat sewenang-wenang terhadap sesama muslim!"

Jablah terkejut dan balik bertanya, "Apa yang akan anda lakukan terhadap saya, hai Amirul mukminin?" Umar menjawab, saya akan menyuruh lelaki dari bani Fazaroh yang pernah anda cederai untuk memukul hindung anda."

Betapa terkejutnya Jablah mendengar ucapan Khalifah Umar bin Khathab itu saya bertanya. "Ya Amirul mukminin, bagaimana mungkin hal itu dapat terjadi? anda sendiri telah mengetahui, bahwa saya ini adalah seorang pembesar dari negeri Syam, sedangkan lelaki itu hanyalah rakyat jelata.

Dengan tegas Khalifah Umar berkata kepadanya. "Ketahuilah olehmu hai Jablah sesungguhnya Islam itu telah mempersatukan anda sebagai seorang pembesar suatu kaum dengan lelaki tersebut yang hanya rakyat jelata. Sebenarnya antara anda dengannya tidak ada keistimewaan apa-apa, kecuali keimanan dan ketakwaan."

Namun Jablah menyambutnya dengan jawaban yang tidak menyenangkan, "Saya mengira bahwa saya akan menjadi lebih mulia dan dihormati setelah saya memeluk agama Islam. Akan tetapi, pada kenyataannya saya malah lebih diabaikan dari sebelumnya."

Khalifah Umar mulai kesal dan berkata kepadanya. "Sudahlah, anda jangan banyak berkomentar! Kalau anda tetap bersikeras untuk tidak minta maaf kepada lelaki itu, maka saya akan suruh dia untuk menuntut balas kepada anda."

Tetapi, Jablah tetap bersikeras dan tidak mau minta maaf kepadanya, hingga akhirnya ia berkata.

"Kalau Amirul mukminin tetap memaksa saya untuk meminta maaf kepadanya maka saya akan pindah kepada agama Nasrani"

Lalu Khalifah Umar menjawab. "Kalau anda berpindah ke agama Nasrani, maka dengan sangat terpaksa sekali saya akan tebas batang leher anda karena sebelumnya anda telah mengikrarkan dengan suka hati untuk masuk ke dalam agama Islam, dan seandainya sekarang anda akan berpindah agama, maka saya akan memerangi anda," kata Umar.

Ketika melihat keseriusan dan ketegasan sikap Khalifah Umar tersebut, Jablah merasa takut dan ciut juga hatinya. Lalu ia berpikir sejenak dan berkata.

"Baiklah akan saya pikirkan terlebih dahulu hal ini secara masak-masak malam ini,"

Sebenarnya pada saat itu sudah berkumpul para pengawal Jablah dan beberapa orang lelaki dari bani Fazaroh di luar rumah Khalifah Umar yang masing-masing siap membela dan mempertahankan kehormatannya, hingga dikawatirkan akan terjadi pertumpahan darah antara kedua kelompok tersebut. Telah mendengar ucapan Jablah itu maka Umar pun menyuruh mereka untuk membubarkan diri dan pulang ke rumah masing-masing.

Sementara itu ketika malam telah menyelimuti bumi dan para penduduk kota Makkah telah lelap dari tidurnya, Jablah beserta beberapa orang pengawalnya mengendap-endap untuk dapat melarikan diri menuju ke negeri Syam. Dan ketika adzan subuh telah dikumandangkan, ternyata Jablah dan rombongannya telah melarikan diri dari kota Makkah menuju ke negeri Syam.

Sesampainya di negeri Syam, 500 orang pengikutnya pergi ke kota konstantinopel sekarang kita mengenalnya dengan sebutan kota Istambul untuk menemui kaisar Heraklius. Di hadapan kaisar Romawi tersebut Jablah beserta para pengikutnya menyatakan masuk ke dalam agama Nasrani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement