REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW - Kremlin mengatakan pada Rabu (11/1/2023) bahwa pihaknya belum melihat kasus pembatasan harga minyak Rusia yang diberlakukan oleh Barat pada bulan lalu, dalam komentar tentang kemungkinan kerugian dari tindakan tersebut.
Beberapa analis sebelumnya mengatakan bahwa pembatasan tersebut akan berdampak kecil pada pendapatan minyak yang saat ini diperoleh Moskow.
Saat ini, campuran minyak mentah Ural andalan Rusia diperdagangkan di bawah level batas harga 60 dolar AS per barel, yang diberlakukan oleh Barat sebagai bagian dari sanksi terhadap Moskow atas aksi militernya di Ukraina.
"Sejauh menyangkut kerugian, belum ada yang secara khusus melihat pembatasan itu," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan dalam pengarahan harian.
Pembatasan harga memungkinkan negara-negara non-Uni Eropa untuk terus mengimpor minyak mentah Rusia melalui laut, tetapi melarang perusahaan pengapalan, asuransi, dan reasuransi menangani kargo minyak mentah Rusia di seluruh dunia, kecuali jika dijual dengan harga kurang dari 60 dolar AS.
Presiden Rusia Vladimir Putin bulan lalu menandatangani dekrit yang melarang pasokan minyak mentah dan produk minyak mulai 1 Februari selama lima bulan ke negara-negara yang mematuhi batas tersebut.
Minyak Rusia secara tradisional dijual dengan harga diskon untuk acuan internasional, seperti Brent. Diskon telah melebar setelah sanksi Barat yang diberlakukan atas konflik di Ukraina dan sekarang mencapai sekitar 25-30 dolar AS per barel terhadap Brent.
Peskov juga mengatakan bahwa Rusia akan melakukan segalanya untuk melindungi diri dari rencana ekonomi terkemuka Kelompok Tujuh (G7) untuk memberlakukan dua set batasan harga pada produk minyak Rusia.
Seorang pejabat G7 mengatakan pada Selasa (10/1/2023) bahwa koalisi akan berusaha untuk menetapkan dua batasan harga pada produk olahan Rusia pada Februari, satu untuk produk yang diperdagangkan dengan harga premium untuk minyak mentah dan yang lainnya untuk perdagangan dengan harga diskon.