Latar Belakang Buku 'Memburu Keadilan', Perjuangkan Keadilan untuk Sang Anak
Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Fernan Rahadi
Ketua Ruang Arsip Sejarah Perempuan, Ita Fatia Nadia (kedua dari kiri) dalam diskusi dan beda buku | Foto: Febrianto Adi Saputro/Republika
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Andayani berkomitmen untuk terus berjuang mencari keadilan terhadap anaknya, Andi, yang dituding melakukan tindak pidana kriminal klitih di Yogyakarta. Salah satu upaya yang dilakukan Andayani adalah dengan menulis buku 'Memburu Keadilan'.
"Kenapa saya menulis, karena saya harus berjuang dengan berbagai cara," kata Andayani dalam diskusi dan bedah buku ' Memburu Keadilan' di Yogyakarta, Rabu (11/1/2023).
Andayani mengatakan dirinya melihat sendiri bagaimana anaknya mengaku kesakitan saat di kantor polisi. Bahkan ketika sudah berada di tahanan, ia menjadi sulit menemui anaknya.
"Anak saya sangat sakit, saya sendiri sakit, orang tua itu sangat tersakiti, dan ini yang mendorong saya untuk menulis," ujarnya.
Dirinya berjanji akan terus menulis sampai anaknya dan empat rekannya yang lain dibebaskan. Bahkan dirinya juga berkomitmen akan terus bergerak dalam memperjuangkan hal tersebut meski anaknya sudah dibebaskan.
"Saya berjanji akan terus menulis catatan itu sampai anak-anak kami dibebaskan. Bahkan setelah dibebaskan saya pribadi berkomitmen untuk ikut dalam gerakan memperjuangkan ini. Karena kami melihat ini adalah sebuah kekerasan yang sistematis," ungkapnya.
Dirinya merasa para orang tua dipermainkan oleh aparat. Ada upaya seolah membuat para orang tua tersebut tidak berdaya. "Kami yakin perjuangan ini akan didukung oleh banyak orang," ucapnya.
Buku 'Memburu Keadilan' berisi tentang cerita Andayani pada saat penangkapan anaknya oleh petugas kepolisian yang dilakukan di rumahnya. Andayani juga menceritakan bagaimana dirinya mengalami trauma dan fitnah yang keji atas peristiwa tersebut. Tidak hanya itu, Andayani juga menceritakan bagaimana dirinya dan kuasa hukum gagal mengajukan praperadilan.
Untuk diketahui, Andi bersama empat rekannya, Hanif, Fandhy, Ryan, dan Dhitto tengah mendekam di penjara atas dugaan pembunuhan terhadap seorang anak politisi. Anak politisi tersebut tewas di Gedongkuning, Kota Yogyakarta, pada 3 April 2022. Pada 9 dan 10 April 2022 kelima anak tersebut ditahan. Kelima anak tersebut mengaku dipukuli, dianiaya, dan dihajar oleh polisi.