Kamis 12 Jan 2023 09:54 WIB

Sekolah BM 400 Bekali Nilai Universal dan Spiritual Islam

Training dan coaching itu diikuti guru TK, SD, SMP dan SMA.

 Sekolah Bakti Mulya 400 (BM 400) menggelar Training dan Coaching untuk Guru bertema “Mengenal Dimensi Universal dan Spiritual Islam”, pada Rabu dan Kamis, 4 dan 5 Desember  2023.
Foto: Dok Sekolah BM 400
Sekolah Bakti Mulya 400 (BM 400) menggelar Training dan Coaching untuk Guru bertema “Mengenal Dimensi Universal dan Spiritual Islam”, pada Rabu dan Kamis, 4 dan 5 Desember 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengawali pembelajaran tahun 2023, Sekolah Bakti Mulya 400 (BM 400) Jakarta menggelar training dan coaching untuk guru bertema “Mengenal Dimensi Universal dan Spiritual Islam”. 

Kegiatan tersebut diadakan selama dua hari pada Rabu (4/1/2023) dengan peserta guru TK, SMP, dan SMA. Selanjutnya, pada Kamis (5/1/2023) diikuti oleh seluruh guru SD.

Baca Juga

Pada kesempatan tersebut hadir Dewan Pengurus Yayasan Bakti Mulya 400, yaitu Baskara Sukarya (wakil ketua pengurus), Asep Syarifudin Hidayat (anggota pengurus), dan Wahuni Kamila (anggota pengurus). 

Dalam sambutannya, Baskara Sukarya menyampaikan bahwa pendidikan merupakan kunci majunya peradaban. Karena itu, lembaga pendidikan dituntut menjadi ajang literasi sejalan perkembangan global dan sesuai kemajuan teknologi.

“Agar guru berperan dalam kehidupan yang dinamis, karena itu guru perlu meng-upgrade diri melalui seminar dan pelatihan sehingga sekolah menjadi institusi par excellence atau institusi unggul melebihi yang lain,” kata Baskara Sukarya.

Sementara itu, pada sesi pertama dengan tema “Islam Jalan Hidupku,” Pardamean Harahap MPhil  memberikan kajian tentang kesejatian diri, makna agama, makna shalat, dan tingkatan jiwa. 

Dalam hal kesejatian diri, Bang Dame, panggilan akrab Pardemangan Harahap, menguraikan hahwa manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang memiliki unsur tiga unsur, yatu bodi (indra: mata telinga, hidung, lidah, tangan, kulit), mind/soul (indra batin: rasio, memori, imajinasi, sentimen, kehendak) dan spirit/divine awarness (al hayyu, napas kehidupan, qolbu, hening).

Selanjutnya, makna agama, menurut Bang Dame, adalah jalan damai bersama Tuhan. Karena itu, orang yang mempraktikkan laku damai menghindarkan perdebatan tentang perbedaan dogma agama. 

Lebih lanjut Bang Dame menekankan pentingnya shalat dengan menghayati fungsinya. Di  antara fungsi shalat merupakan penolong, mencegah kemungkaran, bentuk humility, humble, penyerahan diri dari sang hamba kepada Sang Kholiq. Shalat merupakan bentuk meditasi bagi seorang Muslim. 

Pardamean Harahap mengingatkan, dalam mencapai tingkatan spiritual maka diperlukan olah jiwa.  “Semua peristiwa yang hadir pada kehidupan kita merupakan sarana untuk berlatih cara merespons dengan benar. Mereka yang menggunakan ego akan merespons dengan menyalahkan, khawatir, menggerutu, takut, dan panik. Mereka yang menggunakan akal akan introspeksi, evaluasi diri, lalu mencari penyebabnya. Mereka yang menggunakan qolbu akan hening, berdiam untuk mengambil hikmahnya,” kata Pardamean Harahap.

Pada sesi kedua, Yusuf Daud  Mud  PhD melanjutkan kajian dengan materi dengan judul "Twenty Jewels of Holistic Timeless Learning from The Man of God – Muhammad SAW". Yusuf Daud menguraikan bahwa Rasulullah sejatinya seorang guru atau pendidik sejati, sehingga Rasulullah SAW juga dikenal sebagai The Walking Quran. 

Karena itu, Yusuf Daud menyampaikan metode pembelajaran yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.  Adapun metode pembelajaran yang dilakukan nabi, di antaranya adalah sebagai  berikut. Pertama, applied learning method. “Jika ingin mengajarkan anak didik untuk shalat, jangan hanya diajarkan hafalannya. Ajarkan praktiknya di masjid,” ujarnya.

Kedua, scanning dan levelling. “Kita melakukan scan terhadap potensi anak didik. Jangan memaksakan suatu diluar kapasitas anak didik. Anak didik juga ada tingkatannya. Bukan untuk dibanding-bandingkan, tapi untuk diselaraskan sesuai dengan minat dan bakatnya,” katanya.

Ketiga, analogi dan case study artinya berikan pembelajaran dengan membuat perbandingan dan contoh yang konkret dalam kehidupan sehari-hari agar anak lebih mudah memahami.

Keempat, teaching and motivating, yaitu membimbing anak-anak untuk menemukan jawabannya. Jadi jangan langsung dijawab oleh guru. Hal ini untuk membuat anak-anak percaya diri dalam belajar. “Bimbing anak untuk memiiki pilihan dalam hidupnya, dan harus bertanggung jawab atas pilihannya,” tuturnya.

Kelima, reflective atau refleksi diri, yaitu siswa ditanya kembali tentang apa yang didapatkan pada saat pembelajaran. Selanjutnya, guru meminta siswa untuk merenungkan dan melakukan tindak lanjut atas materi pembelajaran tersebut.

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement