REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Jepang dan Korea Selatan (Korsel) membela diri atas aturan pembatasan kesehatan masyarakat pada pengunjung dari China. Mereka menolak tindakan pemerintah China yang berhenti mengeluarkan visa baru di kedua negara itu sebagai pembalasan.
Menteri Luar Negeri Korsel Park Jin mengatakan pada Rabu (11/1/2023), merasa kecewa bahwa China berhenti mengeluarkan visa jangka pendek di negara itu. Dia meminta China untuk menyelaraskan langkah-langkah pandemi dengan fakta ilmiah dan objektif.
Sedangkan Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Hirokazu Matsuno mengkritik China karena secara sepihak membatasi penerbitan visa untuk warga negara Jepang. "Karena alasan yang tidak terkait dengan tindakan Covid-19," ujarnya menekan alasan China yang tidak tepat.
Matsuno menegaskan, Jepang menuntut China membatalkan tindakan tersebut. "Merespons dengan tepat sambil mengamati dengan cermat situasi infeksi China dan bagaimana pengungkapan informasi ditangani oleh pihak China," ujarnya.
Menurut Matsuno, Jepang harus mengambil tindakan sementara untuk menghindari masuknya infeksi secara cepat. Dia merujuk pada penyebaran wabah China dan kurangnya transparansi tentang situasi tersebut.
Kementerian Luar Negeri China mengancam tindakan balasan terhadap negara-negara yang telah mengumumkan persyaratan pengujian virus untuk pengunjung dari China pada pekan lalu. Hingga saat ini masih belum jelas apakah China akan memperluas penangguhan visa ke negara lain yang telah memberlakukan pengujian virus yang lebih ketat pada penumpang dari China.
Korsel telah berhenti mengeluarkan sebagian besar visa jangka pendek di konsulatnya di China hingga akhir Januari. Sementara Seoul juga mewajibkan semua penumpang dari daratan, Hong Kong, dan Makau untuk menyerahkan bukti tes negatif yang diambil dalam waktu 48 jam setelah kedatangan. Menurut Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit KorSel, sekitar 17 persen dari 2.550 pengunjung jangka pendek China dari 2-10 Januari dinyatakan positif.
Sedangkan Menurut statistik Kementerian Kesehatan Jepang, sekitar delapan persen dari 4.895 penumpang dari semua negara dinyatakan positif pada saat kedatangan dari 30 Desember-5 Januari. Sebagian besar yang terinfeksi adalah orang China atau mereka yang baru saja berada di China.
Matsuno menegaskan, langkah-langkah perbatasan Jepang murni ditujukan untuk mencegah infeksi dan bertujuan untuk membatasi efek pada perjalanan internasional. “Sangat disesalkan bahwa China secara sepihak membatasi penerbitan visa,” katanya.
Kedutaan Besar Jepang di Beijing mengumumkan dalam sebuah tweet dalam bahasa China pada Rabu, bahwa Jepang tidak membatasi penerbitan visa. Pendekatan yang diterapkan China dinilai kurang timbal balik.