REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, pihaknya bekerja dengan otoritas kesehatan China untuk mengelola risiko Covid-19 di tengah libur panjang menjelang Tahun Baru Imlek. China terus didesak untuk memberikan data transparan.
Covid-19 menyebar di China setelah Presiden Xi Jinping mencabut kebijakan nol-Covid pada Desember. Namun, WHO mengatakan, masih belum memiliki cukup informasi dari China guna menilai secara pasti tentang bahaya lonjakan kasus.
Hal tersebut juga menjadi masalah ketika WHO bekerja dengan China tentang cara mengurangi risiko perjalanan jelang libur Tahun Baru Imlek yang jatuh pada 22 Januari tahun ini. Sebelum pandemi, libur Imlek di China dikenal sebagai migrasi tahunan terbesar di dunia.
"Kami telah bekerja dengan rekan-rekan China kami,” kata direktur departemen koordinasi siaga dan respons WHO, Dr Abdi Rahman Mahamud pada Rabu (11/1/2023) waktu setempat.
Dia mengatakan, China memiliki sejumlah strategi seputar orang yang bepergian dari daerah berisiko tinggi ke daerah berisiko rendah serta seputar pengujian dan klinik. "Tapi untuk memahami lebih baik, kami membutuhkan data itu," imbuhnya.
WHO juga mengatakan, China masih tidak melaporkan kematian akibat Covid-19, meskipun sekarang memberikan lebih banyak informasi tentang wabah Covid. "Ada beberapa kesenjangan informasi yang sangat penting yang sedang kami kerjakan dengan China untuk diisi,” kata pimpinan teknis WHO untuk Covid-19, Dr Maria Van Kerkhove.
China mengaku, sudah transparan mengenai data Covid-19-nya. Komisi Kesehatan Nasional China mengatakan, pejabatnya telah bertukar pandangan dengan WHO pada Rabu (11/1/2023) dalam konferensi video tentang berbagai masalah termasuk situasi epidemi saat ini, perawatan medis, vaksinasi, dan masalah teknis lainnya.
WHO juga mengatakan, akan segera menerbitkan penilaian risiko pada varian XBB.1.5 Omicron yang mendorong peningkatan kasus Covid-19 di Amerika Serikat. Direktur darurat WHO, Mike Ryan, memuji AS atas transparansi datanya tentang penyebaran varian.
Dia mengatakan, itu salah satu alasan WHO belum mendukung langkah-langkah untuk memantau pelancong yang masuk dari AS. Ia menggambarkan langkah serupa yang dapat dimengerti yang diambil oleh beberapa negara untuk pelancong dari China, termasuk pengujian Covid-19 dan pemantauan air limbah. "Saya benar-benar berpikir Anda tidak bisa membandingkan dua situasi ini," katanya.