REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pemerintah Israel mengeluarkan perintah pembatasan pengibaran bendera Palestina di ruang publik di Israel. Menurut Amnesti Internasional, langkah terbaru Israel ini merupakan serangan berani terhadap hak kebangsaan, kebebasan berekspresi, dan kebebasan berkumpul secara damai.
Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir mengatakan pada Ahad lalu, bahwa mengibarkan bendera Palestina dianggap sebagai simbol terorisme dan menginstruksikan polisi Israel memindahkannya dari tempat umum.
“Pihak berwenang Israel mengatakan arahan itu untuk menghentikan hasutan terhadap Israel, tetapi itu terjadi di tengah gelombang tindakan yang dirancang membungkam perbedaan pendapat dan membatasi protes, termasuk yang diadakan untuk membela hak-hak Palestina,” kata Amnesti, dilansir dari Wafa, Kamis (12/1/2023).
Langkah-langkah tersebut termasuk tindakan keras yang meningkat terhadap masyarakat sipil Palestina, dan melonjaknya jumlah penangkapan dan perintah penahanan administratif yang digunakan untuk menghukum para aktivis Palestina. Direktur Regional Amnesty International untuk Timur Tengah dan Afrika Utara Heba Morayef mengatakan upaya mengerikan untuk menghapus identitas rakyat Palestina ini adalah yang terbaru dari serangkaian tindakan yang diperkenalkan otoritas Israel untuk melegitimasi rasisme dan diskriminasi terhadap warga Palestina.
"Dalih lucu untuk arahan ini tidak dapat menutupi fakta otoritas Israel semakin kejam dalam upaya mereka menghancurkan semua oposisi terhadap sistem apartheid,” katanya.
Sebagai pihak Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, Israel berkomitmen menjamin hak atas kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai untuk setiap orang yang hidup di bawah kendalinya. Israel juga memiliki kewajiban melarang hasutan untuk diskriminasi, permusuhan atau kekerasan melalui advokasi kebencian nasional, ras atau agama.
“Arahan ini bertentangan dengan kewajiban-kewajiban ini,” tambahnya.