REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan A, Rizky Suryarandika, Antara
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Kamis (12/1/2023), menjatuhkan vonis pidana nihil dan pidana bayar uang pengganti kepada Benny Tjokrosaputro, terpidana kasus korupsi pengelolaan dana PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI). Mengapa majelis hakim tidak menjatuhkan hukuman mati terhadap Benny seperti tuntutan jaksa penuntut umum (JPU)?
"Majelis hakim tidak sependapat dengan penuntut umum yang menuntut pidana mati. Terdapat sejumlah alasan yang melatarbelakanginya," kata Ketua Majelis Hakim Ignatius Eko Purwanto di Pengandipan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (12/1/2023).
Alasan pertama, kata Ignatius, karena JPU melanggar asas penuntutan. Sebab, JPU menuntut di luar pasal yang didakwakan.
Kedua, JPU tidak bisa membuktikan kondisi-kondisi tertentu untuk menjatuhkan pidana mati. Ketiga, perbuatan tindak pidana yang dilakukan Benny terjadi pada saat negara dalam situasi aman. Terakhir, Benny tidak terbukti melakukan korupsi secara pengulangan.
"Menurut hakim, perkara Jiwasraya dan ASABRI terjadi secara berbarengan," kata hakim ketua Ignatius.
Dengan alasan itu dan sejumlah pertimbangan lain, majelis hakim akhirnya menjatuhkan dua vonis terhadap Benny. Pertama, vonis nihil atas dakwaan primer melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Vonis nihil diberikan karena Benny sudah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya.
Kedua, vonis pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti Rp 5,7 triliun. Uang pengganti itu, kata hakim, dibayarkan dengan melelang aset Benny yang sudah disita.
Apabila hasil lelang tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti dan Benny tidak melunasinya pula dalam kurun waktu satu bulan sejak putusan hakim memiliki kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita oleh jaksa.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta punya sejumlah pertimbangan dalam menjatuhkan vonis pidana nihil dan pidana bayar uang pengganti kepada Benny Tjokrosaputro. Dua pertimbangan di antaranya adalah hal-hal yang meringankan dan memberatkan.
Hakim Ignatius Eko Purwanto mengatakan, hal-hal yang meringankan hukuman Benny adalah karena dia bersikap kooperatif dan sopan selama persidangan. Selain itu, Direktur Utama PT Hanson International Tbk itu merupakan, "Tulang punggung keluarga".
Sedangkan hal-hal yang memberatkan Benny cukup banyak. Pertama, perbuatan Benny bersama-sama dengan pelaku lain mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar. Kasus korupsi PT ASABRI ini diketahui mengakibatkan kerugian negara Rp 22,7 triliun.
Kedua, perbuatan Benny tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Ketiga, perbuatan Benny dilakukan secara terencana, terstruktur dan masif.
Keempat, perbuatan Benny dapat menimbulkan distrust atau ketidakpercayaan masyarakat terhadap kegiatan perasuransian dan pasar modal. Kelima, perbuatan Benny bisa berdampak pada stabilitas perekonomian negara.
"Dan terdakwa tidak mengakui kesalahannya," kata hakim ketua Ignatius.