REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta punya sejumlah pertimbangan dalam menjatuhkan vonis pidana nihil dan pidana bayar uang pengganti kepada Benny Tjokrosaputro, terpidana kasus korupsi pengelolaan dana PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI). Dua pertimbangan di antaranya adalah hal-hal yang meringankan dan memberatkan.
Ketua Majelis Hakim Ignatius Eko Purwanto mengatakan, hal-hal yang meringankan hukuman Benny adalah karena dia bersikap kooperatif dan sopan selama persidangan. Selain itu, Direktur Utama PT Hanson International Tbk itu merupakan "tulang punggung keluarga".
Sedangkan hal-hal yang memberatkan Benny cukup banyak. Pertama, perbuatan Benny bersama-sama dengan pelaku lain mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar. Kasus korupsi PT ASABRI ini diketahui mengakibatkan kerugian negara Rp 22,7 triliun.
Kedua, perbuatan Benny tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Ketiga, perbuatan Benny dilakukan secara terencana, terstruktur dan masif.
Keempat, perbuatan Benny dapat menimbulkan distrust atau ketidakpercayaan masyarakat terhadap kegiatan perasuransian dan pasar modal. Kelima, perbuatan Benny bisa berdampak pada stabilitas perekonomian negara. "Dan terdakwa tidak mengakui kesalahannya," kata hakim ketua Ignatius dalam sidang vonis yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (12/1/2023).
Majelis hakim juga punya alasan mengapa tidak menjatuhkan hukuman mati kepada Benny sebagaimana tuntunan jaksa penuntut umum (JPU). Alasan pertama, kata Ignatius, karena JPU melanggar asas penuntutan. Sebab, tuntutan hukuman mati itu di luar pasal yang didakwakan.
Alasan kedua, JPU tidak bisa membuktikan kondisi-kondisi tertentu untuk menjatuhkan pidana mati. Ketiga, perbuatan tindak pidana yang dilakukan Benny terjadi pada saat negara dalam situasi aman.
Alasan terakhir, Benny tidak terbukti melakukan korupsi secara pengulangan. "Menurut hakim, perkara Jiwasraya dan ASABRI terjadi secara berbarengan," kata hakim ketua Ignatius.
Dengan alasan itu dan sejumlah pertimbangan lain, majelis hakim akhirnya menjatuhkan dua vonis terhadap Benny. Pertama, vonis nihil atas dakwaan primer melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Vonis nihil diberikan karena Benny sudah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya.
Kedua, vonis pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti Rp 5,7 triliun. Besaran uang pengganti ini sama dengan jumlah uang yang diraup Benny dari kasus korupsi ini.
Sebelumnya, JPU menuntut Benny dijatuhi hukuman mati atas dakwaan kesatu primer melakukan tindak pidana korupsi. Tuntutan ini dikarenakan JPU menilai Benny melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
JPU juga menuntut Benny disanksi membayar uang pengganti Rp 5,7 triliun atas dakwaan kedua primer melakukan pencucian uang. Tuntutan ini dikarenakan JPU menilai Benny melanggar Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Kasus korupsi PT ASABRI ini bermula dari kongkalikong antara manajemen lama perusahaan dengan sejumlah pihak luar ASABRI terkait penempatan investasi dana perusahaan. Pihak luar itu salah satunya adalah Benny Tjokro. Kasus rasuah ini mengakibatkan kerugian negara dengan total Rp 22,7 triliun.
---