REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Hal terpenting bagi pasangan suami istri adalah mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Pembagian peran menjadi prioritas utama untuk didiskusikan bersama agar bahtera pernikahan berjalan dengan mulus tanpa hambatan yang berarti.
Saat ini, bila diperhatikan peran antara suami dan istri sering timpang. Misalnya tugas di rumah dibebankan seluruhnya kepada istri. Padahal, istri juga bekerja di luar rumah demi bisa menopang kebutuhan sehari-hari.
Lebih mengherankan lagi adalah suami yang tetap menuntut dihormati oleh istrinya sedangkan dia sendiri pengangguran, hanya ongkang-ongkang kaki. Dengan alasan penghormatan kepada suami adalah perintah agama. Tidak jarang tuntutan penghormatan itu dilegitimasi ayat Alquran "ar-Rijalu Qawwamuna 'alan Nisa."
Dalam Tafsir at-Thabari dijelaskan, alasan laki-laki disebut 'qawwam' (unggul/pemimpin) bagi perempuan sebab laki-laki memberi mahar, nafkah dan memenuhi kebutuhan keluarga. Kemudian dalam Tafsir al-Qurthubi dinyatakan ketika laki-laki tidak memenuhi tugasnya dalam memenuhi kebutuhan keluarga, laki-laki seperti ini tidak menjadi lebih unggul. (Lihat at-Thabary, Jami' al-Bayan juz 8 hlm 290 dan al-Qurthubi, al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, juz 5 hlm 169).
Lalu, bagaimana sebenarnya hak dan kewajiban suami istri? Merujuk diskusi dalam kajian fikih, baik suami maupun istri memiliki hak dan kewajiban bersama dan hak kewajiban khusus. (Lihat Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, juz 9, hlm 6842-6859)
Pemenuhan hak dan kewajiban bersama adalah fondasi rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Di antaranya adalah hak dan kewajiban pasangan dalam memenuhi kebutuhan biologis masing-masing.
Selain itu, baik suami maupun istri sama-sama diperintahkan agama untuk berbuat baik satu sama lain. Pasangan suami istri adalah partner sehidup semati. Musyawarah dan diskusi bersama dalam menentukan setiap keputusan. Argumen siapa yang paling masuk akal harus didahulukan.
Lalu, hak khusus suami yang diperoleh dari istri adalah istri harus selalu siap memenuhi kebutuhan biologis suami. Akan tetapi, sekali lagi, hal ini harus didasarkan pada pemenuhan hak bersama. Suami harus bijak, bila dirasa istri tidak dalam kondisi fit, sebaiknya kebutuhan biologisnya ditunda terlebih dahulu.
Lebih jauh, seorang istri harus menjaga harkat dan martabat suami, menjaga rumah dan anak-anak bila suami sedang tidak di rumah.
Baca juga: Islam akan Jadi Agama Mayoritas di 13 Negara Eropa pada 2085, Ini Daftarnya
Sementara kewajiban seorang suami adalah memenuhi kebutuhan istri dari kebutuhan primer sampai tetek bengek kebutuhan lain. Seperti telah disinggung sebelumnya.
Dalam hal ini, istri yang dituntut meninjau hak dan kewajiban bersama, dalam arti istri harus bijak dalam menuntut suami sesuai dengan kemampuannya. Tidak elok jika istri menuntut suami memenuhi kebutuhannya di luar kesanggupan suami.
Terakhir, kewajiban istri kepada suami. Menariknya, dalam diskusi fikih, sebenarnya istri tidak memiliki kewajiban melayani suami selain pelayanan kebutuhan biologis. Pelayanan rumah seperti memasak, mencuci baju, menyiapkan ini itu untuk suami bukan merupakan kewajiban.