Kamis 12 Jan 2023 21:48 WIB

Austria Batalkan Tuduhan Terorisme tak Berdasar Atas Cendekiawan Muslim

Tuduhan terorisme terhadap cendekiawan Muslim Austria tidak terbukti

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Nashih Nashrullah
Bendera Austria. Tuduhan terorisme terhadap cendekiawan Muslim Austria tidak terbukti
Foto: EPA
Bendera Austria. Tuduhan terorisme terhadap cendekiawan Muslim Austria tidak terbukti

REPUBLIKA.CO.ID, WINA–Tuduhan terorisme terhadap seorang cendikiawan Muslim Austria, Farid Hafez telah dibatalkan setelah terbukti bahwa kasus itu didasarkan pada bukti dan tuduhan palsu. 

Dia merasa lega meski masih teringat kejadian dua tahun lalu saat penangkapan bahwa petugas menerobos masuk ke rumahnya dan menodongkan senjata ke arahnya, istri dan dua anaknya.

Baca Juga

“Saya tidak pernah tahu apakah hakim akan melanjutkan dan benar-benar mengajukan tuntutan. Tapi aku juga tidak percaya bahwa serangan (penggerebekan) seperti itu bisa terjadi," katanya dilansir dari Aljazirah, Rabu (11/1/2023).

Tuduhan terhadap Hafez terbukti palsu setelah film dokumenter Aljazirah mengungkapkan kebenaran kasus itu. 

Hafez sendiri adalah seorang yang terkenal karena laporannya tentang Islamofobia Eropa dan merupakan salah satu pendiri Asosiasi Pemuda Muslim Austria. Menengok ke belakang, akademisi politik itu mengatakan tuduhan yang diajukan terhadapnya adalah gila dan muncul tiba-tiba.

Apartemen Hafez adalah salah satu dari sekitar 60 rumah aktivis dan akademisi Muslim yang digerebek pada November 2020 sebagai bagian dari apa yang disebut menteri dalam negeri Austria sebagai Operasi Luxor. Surat perintah penggeledahan menuduh bahwa Hafez yang berasal dari Mesir ingin menghancurkan Mesir dan Israel dan mendirikan kekhalifahan Islam di seluruh dunia dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya.

Selain mendukung terorisme, polisi menuduhnya melakukan kejahatan termasuk permusuhan terhadap negara dan pencucian uang. 

Rekening bank Hafez dibekukan, membuatnya tidak dapat membayar pengacara atau memperbaiki beragam kerusakan yang terjadi selama penggerebekan.

Akademisi yang sejak itu pindah ke Amerika Serikat untuk menjadi profesor di Universitas Georgetown, mengatakan banyak di antara mereka yang menjadi sasaran pembekuan aset kehilangan nyawanya karena hilangnya keamanan finansial.

Di antara mereka adalah pencela pemerintah Mesir serta tokoh akademisi yang mengkritik kebijakan Austria yang dianggap diskriminatif terhadap komunitas Muslim, termasuk penutupan masjid dan larangan jilbab.

Hafez mengatakan studinya tentang Islamofobia diframing dan dianggap sebagai bentuk terorisme. Oleh karena itu, dakwaan yang diajukan tidak kuat.

“Idenya pada dasarnya untuk mengintimidasi dan membungkam segala jenis kritik terhadap diskriminasi Austria terhadap orang Muslim,” kata Hafez.

Film Al Jazeera Operasi Luxor Austria, dirilis pada Mei 2022, mengungkapkan apa yang terjadi pada 9 November 2020, ketika petugas polisi menggerebek rumah dan organisasi Muslim di seluruh Austria dalam apa yang diklaim sebagai operasi 'anti-teroris' yang penting.

Dalam sebuah opini untuk Aljazirah pada Juni 2021, Hafez berpendapat bahwa penggerebekan ini adalah tanda yang menunjukkan sejauh mana pemerintah Austria telah mengidentifikasi 'politik Islam' sebagai ancaman bagi negara.

Dalam prosesnya, katanya, pihak berwenang Austria menargetkan anggota Ikhwanul Muslimin. “Kebijakan anti-Muslim pemerintah, dan khususnya dorongan melawan 'Islam politik' dan 'Ikhwanul Muslimin' di Austria meresahkan karena dapat memiliki konsekuensi yang menghancurkan bagi masyarakat sipil Muslim dan kelompok hak asasi manusia yang saat ini menentang Islamofobia di Eropa,” ujarnya.    

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement