REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di antara keutamaan mendengarkan khutbah Jumat adalah dihapusnya dosa-dosa. Sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda:
مَنِ اغْتَسَلَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَصَلَّى مَا قُدِّرَ لَهُ ثُمَّ أَنْصَتَ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْ خُطْبَتِهِ ثُمَّ يُصَلِّي مَعَهُ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ اْلأُخْرَى وَفَضْلُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ
“Barangsiapa yang mandi lalu berangkat Jumat, kemudian mendirikan sholat semampunya, selanjutnya diam mendengarkan khutbah hingga khutbahnya selesai kemudian sholat bersama imam, niscaya akan diampuni dosa-dosanya antara Jum’at itu hingga Jum’at berikutnya dan ditambah tiga hari lagi.”
Karena itu ketika khatib telah naik mimbar hendaknya jamaah mendengarkannya dan memperhatikan setiap adab-adabnya. Apa saja adab-adab yang harus diperhatikan jamaah ketika khatib naik mimbar Jumat.
Jamaah Menghadap Imam
Ketika Imam sudah naik mimbar Jumat, maka dianjurkan bagi jamaah menghadap ke arah Imam. Syekh Zakariya al Anshari dalam kitab Asnal Mathalib mengatakan disunahkan bagi jamaah Jumat menghadap khatib. Selain sebagai etika juga agar jamaah memperoleh keutamaan menghadap kiblat.
Diam
Hendaknya ketika khatib telah naik mimbar Jumat, maka bagi seorang jamaah untuk diam dan menyimak pesan khutbah yang disampaikan. Sebab bila jamaah tersebut berbicara ketika khatib sedang khutbah maka sholat Jumatnya dapat menjadi sia-sia.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ أَنْصِتْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغِيتَ. متفق عليه
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw, beliau bersabda: Ketika kamu berkata ‘diam’ kepada temanmu saat hari Jumat, sementara Imam sedang berkhutbah, maka shalat Jumatmu sia-sia’.” (Muttafaq ‘Alaih).
Berdoa dalam hati
Ada waktu yang sangat mustajab untuk terkabulnya doa ketika sholat Jumat. Para ulama menjelaskan bahwa waktu itu adalah di antara duduknya khatib di atas mimbar saat pertama kali ia naik, sampai salamnya imam jamaah shalat Jumat. Ini sebagaimana diungkapkan Imam Nawawi dalam Tahriru Alfazhit Tanbih.
سَاعَةُ الْإِجَابَةِ هِيَ مَا بَيْنَ أَنْ يَجْلِسَ الْإِمَامُ عَلَى الْمِنْبَرِ أَوَّلَ صُعُودِهِ إِلَى أَنْ يَقْضِيَ الْإِمَامُ الصَّلَاةَ ثَبَتَ هَذَا فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ مِنْ كَلَامِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مِنْ رِوَايَةِ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ وَقِيلَ فِيهَا اقْوَالٌ كَثِيرَةٌ مَشْهُورٌ غَيْرُ هَذَا اشْهَرْهَا أَنَّهَا بَعْدَ الْعَصْرِ وَالصَّوَابُ الْأَوَّلُ
“Waktu ijabah adalah waktu di antara duduknya khatib di atas mimbar saat pertama kali ia naik, hingga imam shalat Jumat menyelesaikan shalatnya. Hal ini sesuai dengan keterangan dalam Shahih Muslim dari sabda Nabi, riwayatnya Sahabat Abi Musa Al-Asy’ari. Pendapat lain mengatakan, ada beberapa versi yang banyak dan masyhur selain pendapat yang pertama. Yang paling masyhur adalah setelah Ashar hari Jumat. Pendapat yang benar adalah yang pertama,”
Namun dalam berdoa di waktu tersebut dilakukan dalam hati. Sebagaimana keterangan Syekh Jalaluddin Al Bulqini yang dapat ditemukan dalam Hasyiyatut Tarmasi ‘alal Minhajil Qawim
وَسُئِلَ الْبُلْقِيْنِيُّ كَيْفَ يُسْتَحَبُّ الدُّعَاءُ فِيْ حَالِ الْخُطْبَةِ وَهُوَ مَأْمُوْرٌ بِالْإِنْصَاتِ؟ فَأَجَابَ بِأَنَّهُ لَيْسَ مِنْ شَرْطِ الدُّعَاءِ اّلتَّلَفُّظُ بَلِ اسْتِحْضَارُ ذَلِكَ بِقَلْبِهِ كَافٍ فِيْ ذَلِكَ
“Imam Al-Bulqini ditanya. ‘Bagaimana mungkin jamaah Jumat disunahkan berdoa saat berlangsungnya khutbah sementara ia diperintahkan diam?’ Ia menjawab, ‘Doa tidak disyaratkan untuk diucapkan. Menghadirkan doa di dalam hati saat khutbah berlangsung sudah cukup,"
Mengaminkan doa Khatib
Ketika khatib memanjatkan doa maka dianjurkan bagi jamaah Jumat untuk mengucapkan aamiin. Namun demikian mengucapkannya tidak dengan suara yang terlalu keras agar tidak menganggu jamaah lainnya.