REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- PT PLN (Persero) Unit Induk Wilayah Nusa Tenggara Timur mencatat sekitar 15.000 ton material sisa pembakaran batu bara atau fly ash bottom ash (FABA) telah dimanfaatkan untuk pembangunan fisik sejumlah fasilitas di NTT.
"Produksi FABA di NTT sejauh ini sudah dimanfaatkan untuk pembangunan fisik berbagai fasilitas, seperti rumah ibadah, jalan, dan rumah warga," kata General Manager PLN UIW NTT Fintje Lumembang dalam keterangan yang diterima di Kupang, Jumat.
Ia menjelaskan, pemanfaatan FABA yang tercatat telah mencapai hingga 15.000 ton itu diproduksi dari dua pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yaitu PLTU Bolok di Kabupaten Kupang dan PLTU Ropa di Kabupaten Ende.
Secara persentase, kata dia, pemanfaatan material FABA di NTT terus meningkat dari 2021 sebanyak 6.000 ton atau naik sekitar 61 persen. Fintje menjelaskan material FABA yang diproduksi, diolah menjadi bata interlock untuk dinding bangunan maupun paving blok untuk lantai atau jalan.
Ia mengatakan pemanfaatan FABA tersebut menunjukkan bahwa kehadiran pembangkit selain sebagai sumber energi listrik juga memberikan manfaat lain untuk lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Material FABA dapat dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat, usaha mikro kecil menengah (UMKM), instansi pemerintah dan lainnya karena FABA telah dikategorikan sebagai limbah yang tidak mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3).
Saat ini, kata dia, terdapat 20 pelaku UMKM di NTT yang memanfaatkan FABA dalam proses produksinya. PLN membuka kesempatan kepada masyarakat yang ingin memanfaatkan FABA menjadi produk bernilai guna tinggi diantaranya sebagai campuran dalam industri konstruksi dan infrastruktur.
"FABA sendiri bukanlah limbah B3 sehingga dapat diolah dan memberikan banyak manfaat terutama dalam menggerakkan ekonomi masyarakat,? katanya.
Fintje menambahkan upaya pemanfaatan FABA ini juga bagian dari komitmen PLN terhadap prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance) dalam menciptakan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.