REPUBLIKA.CO.ID,RAMALLAH — Para pejabat Palestina menyalahkan komunitas internasional yang bisu atas terus berlanjutnya kejahatan dan pelanggaran hukum yang dilakukan Israel. Itu terjadi ketika tentara Israel membunuh tiga warga Palestina dalam insiden terpisah di Tepi Barat selama 24 jam terakhir. Korban adalah Samir Aslan (41 tahun) dari kamp Qalandia utara Yerusalem, Ahmed Abu Junaid (21 tahun) dari kamp Balata di Nablus dan Sanad Samamra (18 tahun) dari kota Samu' dekat Hebron.
Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, Abu Junaid ditembak di kepala dalam serangan tentara Israel. Aslan ditahan saat dia mencoba membela putranya, Ramzi, yang ditangkap saat penggerebekan besar-besaran di kamp mereka. Aslan berdarah tetapi pasukan Israel menghalanginya menerima pertolongan pertama.
“Kejahatan mengeksekusi Aslan di rumahnya di kamp Qalandia adalah bagian dari serangkaian kejahatan sehari-hari yang dilakukan oleh tentara pendudukan fasis Israel,” kata presiden Dewan Nasional Palestina, Rawhi Fattouh seperti dilansir Arab News pada Jumat (13/1/2023).
“Sejak awal tahun ini, tentara pendudukan telah mengeksekusi tujuh orang, melukai puluhan orang, dan menghancurkan banyak properti. Keheningan komunitas internasional atas kejahatan, praktik, dan undang-undang rasis pendudukan Israel yang menargetkan rakyat Palestina kami dan keberadaan mereka, memungkinkan Israel untuk bertahan dengan kejahatannya dan menjadi negara di atas hukum, mencemooh semua perjanjian internasional, resolusi, dan prinsip hak asasi manusia," tambahnya.
Pekan ini, otoritas Israel mengatakan akan mencabut kewarganegaraan atau tempat tinggal setiap tahanan yang dituduh melakukan serangan, atau menerima dana dari Otoritas Palestina untuk berpartisipasi dalam serangan tersebut.
Menurut RUU tersebut, warga negara atau penduduk yang terbukti menerima uang dari Otoritas Palestina untuk melakukan aksi teroris akan dianggap sebagai seseorang yang atas inisiatifnya sendiri melepaskan kewarganegaraan atau kependudukannya, dan menteri dalam negeri akan mencabut status mereka.
Sumber senior Palestina mengatakan bahwa otoritas AS bekerja diam-diam dengan Palestina dan pemerintah Israel yang baru dalam upaya untuk mencegah tindakan lebih lanjut yang dapat merusak Otoritas Palestina yang rapuh.