Kementerian PUPR Anggarkan Rp 30 Miliar Revitalisasi Kota Lama Semarang
Red: Yusuf Assidiq
Seorang tukang becak menanti penumpang di kawasan wisata Cagar Budaya Kota Lama, Semarang, Jawa Tengah. | Foto: ANTARA/Aji Styawan
REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pemerintah Kota Semarang saat ini tengah berupaya melakukan revitalisasi kawasan Semarang Lama, meliputi Kota Lama, dan Kampung Melayu. Ke depan, direncanakan akan merambah ke Pecinan dan Pekojan.
Dari sejarahnya, Kampung Melayu sudah ada sejak abad 17 dan memiliki berbagai bangunan cagar budaya, seperti Masjid Layur, serta beberapa rumah tempo dulu yang ada di sekitar masjid.
Terkait hal itu, Kementerian PUPR telah menganggarkan Rp 30 miliar untuk revitalisasi sebagai lanjutan Kota Lama, apalagi Kampung Melayu pada zamannya dulu merupakan wilayah yang penting, selain Kota Lama, Pecinan, dan Pekojan.
"Harapan kami bisa menjadi subpenyangga Semarang Lama yang akan dikembangkan pemkot dan nantinya akan dijual sebagai obyek wisata sejarah, religi dan lainnya untuk wisatawan," jelas Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, R Wing Wiyarso Poespojoedho.
Sampai saat ini, Disbudpar terus melakukan sosialisasi kepada warga ataupun pemilik bangunan yang diduga masuk dalam kategori cagar budaya agar bisa dilestarikan, termasuk tidak mengubah fasad (wajah) bangunan.
"Kami minta pemilik bangunan yang belum terdata ini konsultasi dengan tim ahli cagar budaya, karena ada kaidahnya terkait UU Cagar Budaya. Selain itu, kami juga sedang mencari referensi bangunan mana yang belum menjadi cagar budaya," tegasnya.
Untuk kepentingan itu pula, pihaknya bakal melakukan pendataan ulang bangunan-bangunan bersejarah di wilayah itu dengan menggandeng tim ahli cagar budaya serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Ia mengatakan saat ini tengah melakukan kajian bangunan bersejarah untuk semakin memperkuat sektor pariwisata di Kota Atlas.
"Kami melakukan kajian, kita butuh 'database' tentang bangunan cagar budaya. Misalnya, bangunan yang masuk cagar budaya ataupun bangunan cagar budaya yang sudah hilang," kata dia.
Menurutnya, pemetaan dan pendataan ulang perlu dilakukan, namun persoalannya adalah manuskrip atau catatan mengenai sejarah Kota Semarang banyak yang tersimpan di Museum Leiden, Belanda.
Karena itu, kata dia, pihaknya harus berkoordinasi dengan Kemendikbud untuk mempermudah akses dengan Museum Leiden dalam kaitannya menggali sejarah maupun data yang tersimpan mengenai Kota Semarang.
"Selama ini kita kesulitan mengumpulkan data atau manuskrip sejarah karena kebanyakan ada di Belanda. Kita gandeng Kemendikbud, mungkin sistemnya kerja sama dengan Museum Leiden untuk menggali data ataupun dokumen tentang Kota Semarang," ujarnya.
Dengan manuskrip ataupun data dari Belanda, lanjut dia, tentunya akan memudahkan segi penataan bangunan cagar budaya. Apalagi Kota Semarang dulunya dikenal dengan Little Netherland semasa kolonial.