REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli Farmakologi dan Farmasi Klinik dari Universitas Padjadjaran (UNPAD), Prof Keri Lestari mengemukakan upaya telisik terhadap kejadian keracunan pangan olahan mengandung nitrogen cair (Liquid Nitrogen/LN) di Indonesia perlu diperluas hingga jejaring vendor yang diduga berperan sebagai penyedia bahan baku produksi.
"Belum tentu penjual makanan di pinggir jalan punya izin edar dari otoritas di Indonesia. Chiki Ngebul dibuat pakai teknologi, pasti ada vendor yang memfasilitasi. Tidak mungkin satu masyarakat bikin produk itu, kemudian diikuti oleh yang lain, karena untuk mendapatkan nitrogennya tidak mudah juga," kata Keri Lestari kepada ANTARA di Jakarta, Jumat (13/1/2023).
Keri yang juga Wakil Ketua Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menyarankan agar proses telisik kasus diperluas hingga jejaring vendor untuk memastikan dugaan keterlibatan mereka dalam kejadian tersebut. Upaya telisik dapat ditempuh dengan memanfaatkan teknologi pangan yang dapat menjangkau informasi hingga ke tataran vendor selaku penyedia nitrogen.
"Ada teknologi untuk melacak keamanan pangan, kosmetik, dan obat, bisa dibantu BPOM di daerah. (Jika memang benar vendor terlibat-red) diberikan semacam edukasi," katanya.
Kepada masyarakat, Keri berpesan agar orang tua bersikap lebih selektif dalam memilih pangan olahan yang tidak lazim di pasaran. "Perlu dapat perhatian orang tua saat mengonsumsi makanan baru, karena belum tentu aman," katanya.
Upaya penguatan pengawasan juga bisa ditempuh dengan menjalin komunikasi intensif bersama dinas kesehatan dan jajarannya sebagai kepanjangan tangan pemerintah di level komunitas. Seperti diketahui, BPOM hingga saat ini telah memiliki perwakilan di seluruh provinsi, tapi baru 40 dari 514 kabupaten/kota yang memiliki perwakilan BPOM.
Menurut Keri, BPOM diatur oleh pemerintah sebagai regulator pengawasan obat dan makanan di tataran pasar yang lebih masif, sementara tingkat regional diberi kemudahan pengawasan melalui dinas kesehatan. "Komunikasi ini mengatasi masalah SDM yang dimiliki BPOM secara lebih intensif. Dinkes punya tangan yang lebih banyak, seperti Puskesmas yang hampir di semua kecamatan sudah ada, dan ada tangan lagi posyandu hingga tingkat RT/RW," katanya.
Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM RI Rita Endang mengharuskan pangan olahan mengandung nitrogen cair diproduksi oleh peracik yang berkompetensi. Sebab LN adalah cairan diatomik yang berada dalam keadaan cair pada suhu yang sangat rendah.
LN berupa cairan jernih tak berwarna untuk mempercepat pembekuan, namun berisiko menyebabkan radang dingin. Efek kesehatan karena menghirup nitrogen secara berlebihan dapat mengakibatkan pusing, mual, muntah, kehilangan kesadaran, pernapasan cepat, sesak napas tanpa peringatan, dan kematian.
"Jika terjadi kontak kulit dan mata dapat menyebabkan luka bakar dingin yang parah dan radang dingin," katanya.
Untuk itu, peracik maupun produsen harus membuat peringatan khusus bagi konsumen tentang risiko bahaya dari kandungan LN pada pangan olahan.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan RI melaporkan hingga saat ini terdapat total 29 kasus keracunan Chiki Ngebul di sejumlah daerah. Sepuluh diantaranya bergejala, dan sisanya tanpa gejala.
Sejak 1 Juli 2022, pasien bergejala dilaporkan dari Ponorogo satu kasus, Tasikmalaya tujuh kasus, dua kasus di Bekasi. "Saat ini ada satu lagi laporan di Jawa Timur, tapi sedang diverifikasi," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi.