Sabtu 14 Jan 2023 04:10 WIB

Kecanduan Pornografi Munculkan Fantasi Seks yang tak Realistis, Ubah Kimiawi Otak

Kecanduan pornografi adalah masalah serius.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Reiny Dwinanda
Seorang pria mengakses konten pornografi melalui ponselnya (Ilustrasi). Anak muda yang banyak mengonsumsi pornografi mungkin kelak akan menghadapi tantangan dalam interaksi seksual dengan pasangannya di dunia nyata.
Foto: Pexels
Seorang pria mengakses konten pornografi melalui ponselnya (Ilustrasi). Anak muda yang banyak mengonsumsi pornografi mungkin kelak akan menghadapi tantangan dalam interaksi seksual dengan pasangannya di dunia nyata.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sering menonton pornografi dapat memengaruhi fantasi seks seseorang yang sering kali mengabaikan realitas. Pendidik kesehatan seksual dari India, Seema Anand, menceritakan pengalaman salah satu kliennya yang memiliki suami kecanduan pornografi.

"Seorang wanita yang telah menikah selama sembilan bulan mendapati suaminya selalu menonton film porno sambil berhubungan intim dengannya," ungkap Seema melalui akun Instagram-nya, dikutip dari Indian Express, Jumat (13/1/2023).

Baca Juga

Selama ini, perempuan tersebut berpikir bahwa suaminya menggunakan ponsel hanya untuk melihat jam, tetapi kemudian ia mengetahui bahwa suaminya juga menonton sesuatu. Perempuan itu merasa sangat hancur karena dia tidak pernah berhubungan seks dengannya tanpa ponsel di tangannya.

"Dia tidak tahu harus berbuat apa dan ia juga tidak memiliki keberanian untuk mengatakan apa pun kepada suaminya," kata Seema.

Berbicara tentang itu, Seema mengatakan bahwa kecanduan pornografi adalah masalah serius. Begitu menyangkut urusan kamar tidur, itu bisa sangat mengintimidasi dan tidak dapat dibenarkan.

"Kita tidak pernah bisa mendiskusikan masalah seksual karena subjeknya dianggap 'kotor' atau 'jelek' atau bahkan 'berlawanan dengan budaya kita', dan bahkan membicarakannya adalah hal yang memalukan," kata dia.

Dampak psikologis

Psikolog Vidhi Agarwal mengatakan bahwa pornografi dapat menciptakan pandangan seks yang sangat tidak realistis. Masalah yang berkaitan dengan pornografi biasanya kekerasan, tidak realistis, dan unidimensional. Itu tidak menangkap persetujuan atau rasa tidak hormat pada pasangan.

Selain itu, pornografi berisiko merendahkan pasangan (biasanya perempuan) jika berbicara tentang pornografi heteroseksual. Penelitian di India menunjukkan bahwa rata-rata usia penonton pornografi adalah 13 tahun.

Para perempuan yang kecanduan pornografi mungkin mulai percaya bahwa tubuh mereka tidak menarik atau bahwa seks harus berpenampilan tertentu dan harus melibatkan perilaku tertentu. Pandangan yang menyimpang ini dapat menimbulkan perasaan tidak mampu dan kurang percaya diri dalam hubungan seksual.

Dampak pada otak

Ahli saraf asal Amerika yang juga profesor di Departemen Neurobiologi, Psikiatri, dan Ilmu Perilaku di Fakultas Kedokteran Universitas Stanford, Andrew D Huberman, menyuarakan keprihatinan perilaku serupa. Ada banyak bukti dalam bentuk penelitian yang menunjukkan bahwa karena otak terus belajar, jika ia belajar terangsang dengan melihat orang lain berhubungan seks, itu tidak serta merta akan dibawa ke ruang pribadi seseorang ketika mereka berdua dengan orang lain.

"Anak muda yang banyak mengonsumsi pornografi mungkin kelak akan menghadapi tantangan dalam interaksi seksual dengan pasangannya di dunia nyata," kata dr Andrew dalam podcast dengan Chris Williamson.

Dr Huberman mencatat bahwa dalam ketersediaannya dan bentuknya yang ekstrem, ini merupakan stimulus penting yang dapat memicu tingkat dopamin. Semakin tinggi puncaknya, semakin besar penurunannya setelah itu.

"Jadi, hal-hal ini buruk tetapi harus dikontrol dengan cara tertentu," kata dia.

Menurut sebuah studi tahun 2019 yang diterbitkan oleh National Library of Medicine, sekitar tiga hingga enam persen orang memiliki kecanduan pornografi. Sejak pornografi menjadi semakin mudah diakses dengan pasokan materi seksual eksplisit yang sepertinya tak ada habisnya, hal itu telah menyebabkan peningkatan jumlah orang yang kecanduan pornografi sekaligus jumlah orang yang menderita akibat kecanduan pornografi.

Para ahli juga berpendapat bahwa dampak triple-A pornografi, yakni accessibility, affordability, dan anonymity, memudahkan pengguna untuk mengonsumsi konten pornografi secara kompulsif. Ketika seseorang kecanduan pornografi, mereka menghabiskan banyak waktu untuk fokus pada rangsangan dan fantasi seksual. Ini dapat menyebabkan ketidakmampuan untuk fokus pada tugas dan tanggung jawab sehari-hari.

"Selain itu, orang yang kecanduan pornografi sering menggunakannya sebagai cara untuk mengatasi emosi negatif, seperti kesepian atau depresi," kata penulis dan advokat kesehatan mental, Vaishnavi Roy.

Hal ini dapat menyebabkan lingkaran setan karena orang tersebut semakin kecanduan pornografi. Orang yang kecanduan pornografi sering kali mengabaikan kesehatannya.

"Itu menyebabkan kelelahan, insomnia, sakit kepala, dan penyakit fisik lainnya," kata Roy.

Roy juga mengingatkan bahwa kecanduan pornografi dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan mental. Orang yang menjadi korban dapat didera kecemasan, depresi, rendah diri, masalah hubungan, dan bahkan pikiran untuk bunuh diri.

"Saat seseorang kecanduan pornografi, kimiawi otaknya berubah. Ini mengarah pada peningkatan dopamin dan hormon lain yang membuat pengguna merasa nyaman. Mereka menjadi kecanduan perasaan senang yang diberikan pornografi dan mulai menghabiskan lebih banyak waktu untuk melihat materi pornografi," papar Roy.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement