Sabtu 14 Jan 2023 13:00 WIB

Kombinasi Perlambatan Inflasi AS dan Indonesia Punya Potensi Ini

Kombinasi penurunan inflasi AS dan Indonesia berpotensi menurunkan suku bunga BI.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolandha
Warga AS berbelanja di sebuah supermarket di Miami Utara, Florida, Amerika Serikat. Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip mengatakan, tekanan inflasi di Indonesia saat ini mulai berkurang.
Foto: AP Photo/Marta Lavandier
Warga AS berbelanja di sebuah supermarket di Miami Utara, Florida, Amerika Serikat. Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip mengatakan, tekanan inflasi di Indonesia saat ini mulai berkurang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip mengatakan, tekanan inflasi di Indonesia saat ini mulai berkurang. Sama halnya juga inflasi Amerika Serikat (AS) yang juga tercatat terus melanjutkan penurunan inflasi Desember 2022.

"Kombinasi penurunan inflasi AS dan Indonesia ini juga akan berpotensi menurunkan suku bunga acuan Bank Indonesia pada kuartal III 2023," kata Sunarsip kepada Republika, Sabtu (14/1/2023).

Baca Juga

Di sisi lain, meskipun inflasi AS menunjukan perlambatan, Sunarsip mengatakan suku bunga The Fed diperkirakan masih tetap tinggi. Khususnya suku bunga The Fed sepanjang tahun ini.

Sunarsip menuturan, suku bunga The Fed diproyeksikan masih akan tinggi untuk mengarahkan inflasi menuju ke level terendah. Untuk itu, Sunarsip memperkirakan hingga pertengahan 2023, suku bunga acuan The Fed masih akan berada di level lima hingga enam persen.

Namun, kanjut dia, seiring dengan tren inflasi AS yang menurun menjelang akhir 2022, suku bunga acuan The Fed diperkirakan akan mulai mengalami penurunan pada kuartal III 2023. "Kondisi ini akan positif bagi negara-negara lain, termasuk Indonesia," ucap Sunarsip.

Sebelumnya, inflasi AS pada Desember 2022 dilaporkan terus mengalami penurunan meskipun tidak signifikan dibandingkan November 2022. Departemen Tenaga Kerja AS pada Kamis (12/1/2022) mengumumkan indeks harga konsumen utama berada di level 6,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Angka tersebut lebih rendah 0,1 persen dibandingkan November 2022 yang sebesar 7,1 persen. Indeks harga konsumen AS tersebut turun pertama kalinya dalam lebih dari 2,5 tahun karena harga bensin dan barang lainnya turun. Data tersebut menunjukkan bahwa inflasi sedang dalam tren penurunan yang berkelanjutan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement