REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Bank pemberi pinjaman terbesar di AS, JP Morgan Chase & Co, menyisihkan dana 1,4 miliar dolar AS atau sekitar Rp 21,84 triliun untuk mengantisipasi resesi ringan. Jumlah dana yang disiapkan tersebut lebih tinggi dibandingkan perkiraan laba secara kuartalan.
Pendapatan JPMorgan dan sejumlah bank lainnya diperkirakan mulai menurun untuk pertama kalinya sejak kuartal ketiga 2020. Meski demikian, kinerja saham JPMorgan mengalami perbaikan dengan naik 2,5 persen ke level 143,04 dolar AS per saham pada perdagangan kemarin.
Analis UBS mengatakan pendapatan bunga bersih (NII) JPMorgan yang tercatat sebesar 74 miliar dolar AS berada di bawah ekspektasi. Pertumbuhan NII yang di bawah ekspekstasi ini disinyalir akan mempengaruhi total pendapatan bank.
Chief Executive Jamie Dimon mengatakan persaingan yang tinggi pada produk simpanan seiring suku bunga yang lebih tinggi menyebabkan investor bermigrasi ke investasi dan alternatif uang tunai lainnya. "Dengan demikian, bank harus mengubah suku bunga tabungan," kata Dimon, dilansir Reuters, Sabtu (14/1/2023).
Dimon melihat belanja konsumen saat ini sudah mulai pulih dan kegiatan bisnis pun tetap berjalan dengan sehat. Meski demikian, Dimon mengakui ketidakpastian ekonomi masih menjadi tantangan yang harus dihadapi ke depan.
Dimon mengatakan pihaknya belum dapat memastikan efek akhir dari ketegangan geopolitik termasuk perang di Ukraina. Keterbatasan pasokan energi dan makanan, inflasi yang terus-menerus serta pengetatan kuantitatif diperkirakan masih akan terus membayangi.
Unit perbankan investasi JPMorgan diperkirakan akan melanjutkan kinerja buruknya di kuartal ini, dengan pendapatan turun 57 persen. Para eksekutif perusahaan berusaha keras untuk bersiap menghadapi potensi resesi.