REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran mengatakan telah mengeksekusi mati seseorang yang memiliki dwi kenegaraan Inggris dan Iran. Ali Reza Akbari yang dihukum gantung pernah bekerja di Kementerian Pertahanan Iran.
Teheran tetap melanjutkan eksekusi meski komunitas internasional mengecam vonis hukuman matinya dan para pengunjuk rasa anti pemerintah. Kantor berita Mizan melaporkan Kementerian Kehakiman menjatuhkan vonis hukuman gantung kepada Iran Ali Reza Akbari.
Dalam laporannya Sabtu (14/1/2023) Mizan tidak mengungkapkan kapan eksekusi dilakukan. Tapi muncul rumor Akbari telah digantung beberapa hari yang lalu.
Iran tanpa bukti menuduh Akbari merupakan mata-mata bagi badan intelijen Inggris, MI-6. Video rekaman yang diedit Akbari terlihat membahas tuduhan yang mirip dengan apa yang aktivis sebut pengakuan paksa.
Pada Jumat (13/1/2023) wakil juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Vedant Patel mengkritik eksekusi Akbari. "Dakwaan terhadap Ali Reza Akbari dan vonis hukuman matinya bermotif politik, kami sangat terganggu oleh laporan Pak Akbari dibius, disiksa dalam tahanan, diinterogasi ribuan jam dan dipaksa membuat pengakuan palsu," kata Patel.
"Praktik penahanan sewenang-wenang dan tidak adil, pemaksaan pengakuan, dan eksekusi bermotif politik Iran yang lebih luas, benar-benar tidak bisa diterima dan harus berakhir," tambahnya.
Kementerian Luar Negeri Inggris belum merespon permintaan komentar. Sebelumnya Menteri Luar Negeri Inggris James Cleverly meminta Iran menghentikan eksekusi mati.
"Rezim Iran seharusnya tidak ragu lagi, kami memantau kasus Ali Reza Akbari dengan seksama," tulisnya di daring Jumat kemarin.
Selama berbulan-bulan pemerintah Iran mencoba tanpa menawarkan bukti, negara asing memicu gelombang unjuk rasa anti-pemerintah yang pecah sejak kematian perempuan Kurdi berusia 22 tahun, Mahsa Amini, pada bulan September lalu di tahanan polisi moral. Pengunjuk rasa mengatakan mereka marah pada kehancuran ekonomi, kekejaman polisi dan pemaksaan kekuasaan ulama di negara itu.
Iran salah satu negara dengan tingkat hukuman mati tertinggi di dunia. Selama beberapa tahun Iran terkunci dalam perang bayangan dengan Amerika Serikat dan Israel. Ditandai pada serangan pada program nuklir mereka. Iran menuduh Israel membunuh ilmuwan nuklirnya pada tahun 2020 lalu, mengindikasi badan intelijen membuat terobosan besar.
Akbari yang mengelola lembaga think-tank swasta sudah tidak pernah terlihat sejak 2019 ketika ia tampaknya ditahan. Ia juga dekat dengan petinggi keamanan Iran, Ali Shamkhani. Pengamat menilai kematiannya berkaitan erat dengan perebutan kekuasan antara aparat keamanan di Iran di tengah gelombang unjuk rasa.
Sebelumnya Akbari memimpin implementasi gencatan senjata antara Irak dan Iran pada tahun 1998 untuk mengakhiri perang delapan tahun. Ia bekerja sama dengan pemantau PBB.
Pihak berwenang Iran tidak mengungkapkan detail sidangnya. Ia dituduh melakukan spionase dan kejahatan lain yang berkaitan dengan keamanan nasional. Sidang kasus itu biasanya tertutup. Kelompok hak asasi manusia mengatakan para tersangka tidak memilih pengacara mereka sendiri dan tidak boleh melihat bukti untuk melawan mereka.