Lulus SMA pada 1954, BJ Habibie diterima di Fakultas Teknik Universitas Indonesia di Bandung (sekarang ITB). Ia kemudian masuk Perhimpunan Mahasiswa Bandung (PMB). Nama bagusnya Bangsat.
Habibie menceritakan pengalamannya menjadi plonco kepada penulis skenario Gina S Noer di buku Rudy, Kisah Masa Muda Sang Visioner. Suatu hari, pukul 24.00 usai acara perploncoan, senior-seniornya mengajak Habibie ke rumah Jumhana, dubes Indonesia untuk Roma. Rumahnya dekat rumah Habibie. Rumah Habibie di Jl Imam Bonjol (di belakang RS Boromeus dan di belakang kampus Universitas Padjadjaran). Senior-seniornya tahu Jumhana memiliki lima anak gadis yang cantik-cantik.
Setelah diturunkan di depan rumah Jumhana, Habibie kebingungan. Ia pun bertanya kepada seniornya. Senior-seniornya meminta dia bernyanyi. Habibie memang biasa bernyanyi ketika ia enggan menjalankan perintah ibunya di rumah. Bernyanyi ia jadikan alasan untuk menolak perintah itu. Maka, di depan rumah tetangganya, ia dipaksan menyanyi pada dini hari oleh senior-seniornya.
“Nyanyi sampai gadis-gadis itu membuka jendelanya,” kata seniornya yang lantas pergi meninggalkan Habibie sendirian. Ia mendekati salah satu jendela rumah Jumhana. Lalu bernyanyi. Jendela dibuka dengan keras, terlihat sosok berkumis. “Kamu salah tempat. Kamar anak-anak saya dis ebelah sana,” kata pria berkumis yang ternyata adalah Jumhana.
Habibie pun meninggalkan rumah Jumhana dengan perasaan malu. Dari kamar lain terdengar cekikikan anak-anak Jumhana.
Priyantono Oemar