REPUBLIKA.CO.ID, Ingin terpilih sebagai anggota DPRD, DPR RI, DPD, lurah, bupati, gubernur, bahkan presiden sekalipun? Sekarang, caranya jauh lebih mudah. Bacalah buku Political Marketing Intelligence (Polmarkint) karya Supriyatno Yudi terbitan Dipatera pada Desember 2022 lalu.
Ini tidak sedang mengada-ngada. Buku ini memang hadir untuk menunjukkan jalan yang rasional dan cerdas dalam memenangkan kompetisi elektoral. Ditulis dengan bahasa yang ringan dan bernas, serta mudah dibaca. Buku ini memberi petunjuk jalan yang terang tentang bagaimana pemasaran politik sebagai intisari dari pemilu bisa dilakukan oleh siapapun yang terjun dalam politik praktis.
Apalagi, nyawa dari kegiatan pemasaran politik (marketing politic) adalah intelijen (intelligence). Tanpa intelijen, aktivitas pemasaran politik menjadi kehilangan makna, tanpa arah, sporadis, dan ujungnya seringkali berakhir dengan kekalahan alias tidak terpilih.
Intelijen di sini baik bermakna sebagai kecerdasan (intelejensia) atau bertindak cerdas, maupun bermakna sebagai kegiatan pemantauan, penyelidikan atau penggalian informasi.
Kenapa berpolitik itu harus cerdas? Ini lantaran pasar politik jelas dan terukur, ada dalam daftar pemilih tetap (DPT). Untuk itu langkah-langkah yang diambil harus terukur baik secara elektabilitas maupun secara ekonomi politik.
Jalan memenangkan hati konstituen membutuhkan kecerdasan dalam mengumpulkan dan mengolah informasi terkait dengan struktur pemilih, aspirasi, dan preferensinya, yang kemudian menjadi basis untuk menentukan strategi yang tepat dan efisien. Selain memaparkan petunjuk tentang bagaimana pemasaran politik yang cerdas bisa dirancang, buku ini secara implisit menyatakan bahwa pemilu bukan semata soal klientalisme, patronase, dan politik uang, namun sebagai arena kontestasi politik yang berbasis pada nalar sehat dan integritas.
Di sisi lain, watak politik itu dinamis. Untuk itulah agar dapat memahami dan menyikapi dinamisitas, maka perlu pemantauan dan penggalian informasi secara terus-menerus. Bahkan pemantauan inilah yang akan menjadi dasar segala keputusan tindakan secara cerdas.
Buku setebal 256 halaman ini akan memandu pembaca tahap demi tahap berperilaku secara cerdas dalam berpolitik. Pada saat yang bersamaan pembaca juga dibawa ke khazanah pemantauan politik berkesinambungan, dan terintegrasi dengan strategi, rencana aksi, serta aplikasi di lapangan. Mungkin yang belum tertuang dari buku ini adalah contoh kasus sosok atau partai politik (parpol) yang memenangkan pemilu berkat menerapkan strategi Polmarkint.
Supriyatno menuangkan gagasannya menjadi buku berkat belasan tahun berkecimpung dari satu kontestasi politik ke kontestasi politik lainnya. Ia adalah mantan jurnalis Harian Republika dan lalu menjadi associate researcher di sebuah lembaga research, dan terlibat di banyak survei opini publik, focus group discussion (FGD), dan indepth interview, baik skala lokal maupun nasional.
Beberapa survei yang pernah digarap Supriyatno di antaranya pemasaran produk, periklanan, perbankan, kepuasan pelanggan, destination branding, dan pemasaran politik. Ia sangat memahami proses survei mulai dari desain riset, proses lapangan, olah data, hingga analisis.
Kemampuan multitalentanya semakin terasah ketika 2008 bergabung dengan perusahaan konsultan komunikasi, media, dan politik. Sejak saat itulah, Supriyatno terlibat langsung dari satu kontestasi politik ke kontestasi yang lainnya, baik berupa pileg, pilbup, pilwali, pilgub, hingga pilpres.
Buku Political Marketing Intelligence adalah buah dari gabungan beberapa disiplin pengalaman tersebut; media, riset, marketing communication, dan berbagai perhelatan politik.
Karena itulah, buku ini patut dibaca dan memang harus dibaca oleh para pelaku politik, baik calon anggota DPRD kota/kabupaten, DPRD provinsi, maupun DPR RI, terutama yang ingin bertarung di Pemilu 2024 (dan pemilu berikutnya).
Meski buku ini merupakan panduan praktis, namun Supriyatno selalu menyuguhkan dimensi filosofis sebagai dasar kajian dan pijakan di setiap pembahasannya. Maklum, ini tak lepas dari latar belakangnya yang merupakan alumnus Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Karena itu, selain sangat cocok untuk praktisi, buku ini tentu juga tak ada salahnya dibaca oleh para akademisi dan profesional.