Senin 16 Jan 2023 06:28 WIB

Ketua Umum KSPSI: Kerusuhan Morowali Utara Akibat Adanya Ketidakadilan Pekerja Lokal

Pekerja lokal di Morowali mempertanyakan keadilan perlakuan terhadap pekerja asing.

Rep: rilis/ Red: Muhammad Subarkah
Tambang Nikel di Sulawesi
Foto: Republika.co.id
Tambang Nikel di Sulawesi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Komite Sarekat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Jumhur Hidayat, mengatakan bahwa kerusuhan akibat bentrok antara pekerja lokal dan tenaga kerja asing (TKA) di PT GNI, yang menyebabkan tiga pekerja tewas (dua orang pekerja Indonesia dan satu orang TKA) Sabtu (14/1/2023) malam, jelas sangat memprihatinkan.

"Kejadian ini jauh sebelumnya memang sudah dapat diduga karena kebijakan pemerintah tentang pembiaran derasnya tenaga kerja asing (TKA), khususnya dari China memang sudah sangat keterlaluan. Kawasan industri yang terjadi di berbagai wilayah tanah air, termasuk di Morowali Utara sudah seperti 'negara dalam negara','' kata Jumhur Hidayat, Senin (16/1/2023) pagi.

Baca Juga

Menurut dia, di kawasan-kawasan industri milik China itu, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa upah TKA China besarnya berkali-kali lipat lebih banyak dari upah pekerja lokal untuk jenis pekerjaan yang sama. Belum lagi fasilitas lebih bagus yang diberikan kepada TKA dengan alasan mereka orang asing. 

"Beberapa aturan termasuk aturan ketenagakerjaan boleh dibedakan dengan aturan yang pada umumnya berlaku di wilayah Indonesia, atau sengaja diubah demi investor dari China itu. Hal itu seperti aturan pajak dan aturan tidak boleh diskriminatif terhadap pekerja. Selain itu, juga adanya aturan ekspor hasil tambang wajib dijual dengan harga murah ke smelter-smelter yang notabene sekitar 90 persen milik China,'' kata Jumhur menegaskan.

Adapun yang dirasa menjadi penyebab ketegangan, lanjut Jumhur, adalah karena puluhan ribu pekerja asing (TKA) tidak berpendidikan layak atau pekerja kasar ternyata bisa menjadi pekerja di kawasan itu. Namun, mereka eksklusif karena tidak bisa berbaur dengan pekerja lokal akibat tidak diwajibkan berbahasa Indonesia, seperti aturan yang pernah berlaku selama puluhan tahun sebelumnya.  

"Melihat keadaan ini maka suatu hal yang sangat mendesak untuk dilakukan audit, baik regulasi maupun pelaksanaan regulasi terkait dengan investasi dari China tersebut. Hal ini karena sungguh sangat merugikan, baik bagi pendapatan negara maupun dalam bidang ketenagakerjaan,'' kata Jumhur.

Selain itu, Jumhur juga menanyakan mengenai keuntungannya bagi rakyat Indonesia bila dalam investasi dari China ternyata bahan-bahan pembangunan pabrik dan mesinnya langsung diimpor dari China. Apalagi, perusahaan mereka mendapatkan aturan bebas pajak atau tidak bayar pajak (tax holiday) bisa sampai 25 tahun.

"Perusahaan asal China itu juga diperbolehkan membawa TKA kasar, yang upahnya berkali-kali lipat dibanding upah lokal. Keuntungan usahanya pun sepenuhnya menjadi milik perusahaan China. Phak Indonesia paling hanya kebagian sewa tanah dan penyerapan pekerja murah. Sementara itu, setelah mengeruk kekayaan luar biasa yang ditinggalkan adalah lingkungan hidup yang rusak,'' katanya menegaskan.

Baca juga : Kerusuhan TKA dan TKI di Morowali Utara, Bupati: Ada Provokator dari Luar

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement