Senin 16 Jan 2023 11:02 WIB

Transformasi Operasional Masih Jadi Fokus Pelindo Tahun Ini

Kontainerisasi muatan bisa jadi upaya SPTP meningkatkan pertumbuhan arus peti kemas.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Fuji Pratiwi
Suasana aktivitas bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (24/6/2020) lalu. Transformasi operasional terminal peti kemas masih menjadi program utama Pelindo Terminal Petikemas (SPTP) pada 2023.
Foto: ANTARA/M RISYAL HIDAYAT
Suasana aktivitas bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (24/6/2020) lalu. Transformasi operasional terminal peti kemas masih menjadi program utama Pelindo Terminal Petikemas (SPTP) pada 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Transformasi operasional terminal peti kemas masih menjadi program utama Pelindo Terminal Petikemas (SPTP) pada 2023.

Corporate Secretary Pelindo Terminal Petikemas Widyaswendra dalam pernyataan tertulisnya, Senin (16/1/2023), menyampaikan, sejumlah terminal peti kemas akan dipoles untuk meningkatkan produktivitas yang diharapkan dapat mengurangi waktu singgah kapal (port stay). Terminal peti kemas dimaksud meliputi TPK Jayapura, TPK Pantoloan, TPK Kupang, TPK Tarakan, TPK Kendari, dan TPK Bitung.

Baca Juga

Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi, menyebut upaya kontainerisasi muatan dapat menjadi salah satu upaya SPTP untuk meningkatkan pertumbuhan arus peti kemas. Tak hanya itu, untuk mendukung upaya kontainerisasi, SPTP perlu melakukan pembenahan di sejumlah pelabuhan yang ada di wilayah timur Indonesia agar mampu digunakan untuk kegiatan peti kemas.

Potensi muatan peti kemas di wilayah timur Indonesia masih cukup tinggi, utamanya berkaitan dengan hasil tangkapan laut atau perikanan. "Namun kita juga perlu perhatikan apakah pelabuhan yang ada di daerah sudah dapat mendukung bongkar muat peti kemas ataupun fasilitas berpendingin," kata Siswanto.

Di sisi lain, upaya untuk meningkatkan arus peti kemas luar negeri dapat dilakukan dengan penyediaan terminal yang berfungsi sebagai trans-shipment hub. Siswanto menilai perlu dilakukan kajian yang menyeluruh bersama semua pihak termasuk pemerintah. 

Keberadaan ekosistem yang kuat mulai dari kemudahan bunker, lokasi berlabuh, sistem keuangan dan pembayaran, pemanduan, dan penundaan kapal. Lalu hal lainnya sangat dibutuhkan dalam mewujudkan trans-shipment hub internasional yang dimimpikan.

"Pertarungan di sektor tersebut akan sangat berat, kita ketahui ada negara tetangga yang sudah menguasai pasar, sehingga kita perlu memperkuat diri terlebih dahulu untuk siap bersaing langsung dengan mereka di selat Malaka," ungkap Siswanto.

Siswanto menambahkan, bila konsolidasi TPK Koja dan JICT kelak tuntas dilakukan, kinerja SPTP akan makin kinclong. Sebab, terminal tersebut, khususnya JICT, merupakan terminal terbesar dan tersibuk di Indonesia. 

"Dari sisi kinerja, tentulah hal tersebut akan makin mengangkat bobot perusahaan SPTP. Hal ini penting sebagai modal masuk ke pasar modal kelak," ucap Siswanto. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement