REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Kepala Swiss Society for Emergency and Rescue Medicine, Vincent Ribordy memperingatkan, tim tanggap darurat medis mengalami beban kerja yang tinggi. Hal ini dapat membahayakan pasien dan meningkatkan risiko kesalahan.
"Tingkat beban kerja saat ini belum pernah terjadi sebelumnya. Cedera yang mengancam jiwa dapat diobati, tetapi kita perlu melakukan triase lebih banyak," ujar Ribordy, kepada surat kabar SonntagsZeitung.
Menurut ahli medis, tim tanggap darurat medis mengalami kekurangan personel. Tekanan konstan menguras staf yang masih tersedia.
"Mereka lelah dan kelelahan, mereka lebih banyak keluar, dan risiko kesalahan meningkat. Ini tidak bisa terus seperti ini. Kita berada di ambang kehancuran," kata Ribordy, dilaporkan Anadolu Agency, Ahad (15/1/2023).
Ribordy mengatakan, selain risiko kesalahan yang lebih tinggi, situasi saat ini terkadang mengarah pada waktu tunggu yang lama, serta peningkatan mortalitas dan morbiditas. Dalam beberapa kasus, anestesi hanya dapat diberikan dengan nitro oksida atau opioid karena kurangnya tenaga terlatih untuk anestesi.
Staf medis mengalami demotivasi, masalah psikologis atau bahkan kelelahan. Karena itu, mereka berpaling dari profesinya. Ribordy menyerukan perubahan dalam pemikiran pasien. Dia mengimbau agar masyarakat tidak perlu memanggil tim medis darurat jika mengalami sakit yang tidak terlalu parah. Menurutnya, membatasi akses untuk keadaan darurat bisa membantu mengurangi tekanan tim medis.
"Orang perlu menyadari bahwa mereka tidak harus datang kepada kami untuk setiap hal kecil, tetapi dalam banyak kasus, apotek, dokter perawatan primer, dan praktik permanen dapat membantu," ujar Ribordy.