REPUBLIKA.CO.ID, Sejak 2019 China memburu pengaruh sekutu-sekutu Taiwan di Pasifik, termasuk Kiribati dan Kepulauan Solomon. Sebagai balasannya, tahun lalu Amerika Serikat (AS) mengumumkan rencana membuka kembali kedutaan di Kepulauan Solomon.
Di tahun yang sama Kepulauan Solomon menandatangani perjanjian kerja sama keamanan dengan China.
Sejak Perang Dunia II, AS telah memperlakukan negara-negara Pasifik; Kepulauan Marshall, Mikronesia dan Palau seperti wilayahnya sendiri. AS mengembangkan fasilitas militer, intelijen, dan penerbangan di kawasan.
Aliran uang dan lapangan pekerjaan yang datang karena kehadiran AS menguntungkan ekonomi negara-negara kepulauan itu. Banyak warga pulau-pulau itu memanfaatkan kemampuan mereka untuk tinggal dan bekerja di AS. Ribuan orang pindah ke Arkansas, Guam, Hawaii, Oregon, dan Oklahoma.
Namun kini China sangat aktif memperluas pengaruhnya di kawasan.
Selain itu banyak masyarakat Kepulauan Marshall merasa penyelesaian AS atas uji coba nuklir pada tahun 1950-an dan 1960-an sebesar 150 juta dolar AS yang disepakati pada 1980-an tidak cukup. Diperkirakan biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki kerusakan uji coba-uji coba nuklir itu sekitar 3 miliar dolar AS.
Termasuk untuk perbaikan fasilitas limbah nuklir masif yang dikenal sebagai Cactus Dome. Menurut ahli lingkungan kebocoran limbah beracun mencemari laut.
Departemen Energi AS mengatakan kubah itu berisi lebih dari 76.000 meter kubik tanah dan puing-puing yang terkontaminasi radioaktif. Tetapi bangunannya tidak menimbulkan bahaya apa pun.
Upaya terbaru Washington memperkuat hubungan dengan negara-negara Pasifik adalah dengan membuat kesepakatan-kesepakatan baru. Pada pekan ini pemerintah Presiden Joe Biden menandatangani nota kesepahaman dengan Kepulauan Marshall dan Palau yang diharapkan membuka jalan untuk kesepakatan yang lebih luas dalam dua dekade ke depan.
Dalam kesepakatan itu AS mendapatkan hak militer dan keamanan unik di dua negara kepulauan itu sebagai balasan atas bantuan substansial yang mereka berikan. Pemerintah AS yakin memperluas kesepakatan “Compacts of Free Association” akan menjadi kunci upaya AS mempertahankan pengaruhnya dan menahan pergerakan China di Indo-Pasifik.
Nota kesepahaman yang ditandatangani pekan ini mengungkapkan banyak uang yang akan pemerintah federal AS berikan pada Kepulauan Marshall dan Pulau bila kesepakatan mereka berhasil di negosiasi ulang. Negosiasi serupa dengan negara Pasifik ketiga, Micronesia, sedang berjalan.
Kesepakatan yang berlaku selama 20 tahun dengan Kepulauan Marshall dan Micronesia akan berakhir masa berlakunya tahun ini. Kesepakatan dengan Pulau habis pada tahun 2024 tapi Washington mengatakan kesepakatan dengan tiga negara itu akan diperbaharui dan ditandatangani pada pertengahan sampai akhir musim semi.
Pemerintah AS tidak membahas spesifik jumlah uang yang dilibatkan karena kesepakatan itu belum terikat hukum dan harus ditinjau dan disetujui Kongres sebagai bagian dari proses penyusunan anggaran.
Pada Kamis (12/1/2023) media Micronesia, Marianas Variety melaporkan dalam kesepakatan terbaru Kepulauan Marshall akan menerima 700 juta dolar AS selama empat tahun. Tapi angka itu hanya mencakup seperlima dari perpanjangan kesepakatan 20 tahun dan tidak termasuk dana yang akan terima Palau.
Utusan Khusus Biden untuk negosiasi kesepakatan Joe yun mengatakan jumlah uang yang diberikan dalam kesepakatan ini jauh lebih besar dibanding yang telah AS gelontorkan sebelumnya.
Negara-negara Kepulauan di Pasifik sudah lama mengeluhkan kesepakatan yang sebelumnya. Menurut mereka dana yang diberikan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan atau mengatasi masalah kesehatan dan lingkungan jangka panjang yang disebabkan uji coba nuklir AS pada tahun 1950-an dan 1960-an.