REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Tarif air minum PDAM disebut menjadi salah satu faktor yang ikut memicu inflasi di Kota Bandung. Direktur Utama Perumda Tirtawening Kota Bandung Sonny Salimi mempertanyakan penilaian tersebut.
Menurut Sonny, banyak faktor yang dapat memicu inflasi selama satu tahun terakhir. Sementara tarif air minum baru mengalami kenaikan pada akhir 2022. “Bagaimana bisa ujug-ujug penyesuaian tarif PDAM bisa mempengaruhi inflasi? Harus ditanyakan validitas atau bagaimana cara menghitungnya. Penyesuaian tarif kita kan baru Desember ya, bisa enggak memengaruhi dalam kurun satu tahun inflasi?” kata dia, saat dihubungi Republika.
Sonny juga menjelaskan, Perumda Tirtawening baru melayani sekitar 38 persen dari total populasi Kota Bandung. Karena itu, ia menilai, penyesuaian tarif air minum PDAM tidak begitu signifikan terhadap inflasi. “Pertanyaan saya, kan berarti yang membayar PDAM ini baru 38 persen penduduk Kota Bandung, lalu kaitan dengan inflasi Kota Bandung apa?,” ujarnya.
Ihwal kebijakan penyesuaian tarif air minum PDAM, Sonny mengatakan, sudah sesuai dengan regulasi, serta melalui kajian dan evaluasi yang panjang. “Kalau dikaitkan inflasi, itu kan urusan daya beli, urusan ekonomi secara keseluruhan, bukan urusan PDAM barangkali yah,” kata dia.
Sonny menjelaskan, tarif air minum PDAM saat ini Rp 9.000 per meter kubik atau per 1.000 liter. Menurut dia, tarif tersebut tergolong terjangkau jika dibandingkan sejumlah pengeluaran rutin lain, seperti biaya listrik dan paket internet. “Air seribu liter itu harganya Rp 9.000 atau satu liternya hanya sembilan perak, mahal tidak sih? Coba lihat esensinya, orang bayar sebulan Rp 150 ribu-200 ribu sebulan satu rumah tangga untuk air minum, mahal enggak sih?” ujarnya.
Ihwal faktor-faktor pemicu inflasi disampaikan saat rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah provinsi dan kabupaten/kota se-Jabar, yang digelar secara virtual, Kamis (12/1/2023). Angka inflasi Kota Bandung disebut mencapai 2,04 persen, menjadi yang tertinggi di Provinsi Jabar. Menurut Asisten Daerah Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Jabar Taufiq Budi Santoso, ada sejumlah hal yang berkontribusi terhadap laju inflasi pada 2022, antara lain harga bahan bakar minyak, bahan bakar rumah tangga, tarif air minum PDAM, tarif angkutan dalam kota (angkot), telur ayam ras, bawang merah, beras, dan rokok kretek.
Sekretaris Daerah Kota Bandung Ema Sumarna menyebut tarif baru air minum PDAM ikut menyumbang tingkat inflasi di Kota Bandung. Sementara soal kenaikan tarifnya, kata dia, merupakan keniscayaan, mengingat kondisinya belum pernah mengalami kenaikan selama sekitar satu dekade. “Namun, mungkin kemarin kami kurang cermat dalam menentukan timing, sehingga (kenaikan tarif PDAM) ini memberikan pengaruh yang signifikan dalam kenaikan inflasi,” kata Ema.
Ema mengatakan, ada sejumlah faktor lain yang memicu inflasi. Pemerintah daerah, kata dia, akan melakukan evaluasi. “Ada juga pengaruh dari harga telur ayam ras, bawang merah, cabai merah, beras, tahu mentah, minyak, yang menyumbang cukup besar dalam inflasi di Kota Bandung, walaupun memang tidak cukup signifikan dibanding air PDAM. Ini terjadi sejak Juni 2022 hingga akhir tahun lalu,” ujar dia.
Menurut Wali Kota Bandung Yana Mulyana, tarif air minum PDAM menyumbang kurang lebih 1,17 persen pada tingkat inflasi Kota Bandung. Ihwal kenaikan tarif air minum PDAM itu, kata dia, sudah melalui proses pengkajian panjang. “Karena kalau penyesuain tarif airnya itu rasanya sudah melalui kajian yang ketat ya, karena harga Rp 9.000 itu untuk satu kubik. Satu kubik itu seribu liter loh, berarti satu liternya sembilan perak. Jadi, di sisi tarif air bersihnya itu mungkin kajian ya sudah benar,” ujar Yana, saat ditemui di RSUD Kota Bandung, Senin (16/1/2023).
Ditanya soal kemungkinan penurunan tarif air minum PDAM, Yana menyebut dilakukan kajian terdahulu. Menurut dia, bisa dikaji juga terkait biaya pengolahan limbah. “Kita tunggu hasil kajian karena saya juga minta Bagian Ekonomi untuk mengkaji juga,” kata Yana.