REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, neraca perdagangan Indonesia kembali surplus pada Desember 2022. Meski begitu, kinerja ekspor dan impor nasional menurun pada periode tersebut.
Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah menilai, surplus neraca perdagangan yang diumumkan BPS tidak akan berdampak ke perekonomian nasional tahun ini. Menurutnya, surplus tersebut sudah terhitung dalam pertumbuhan ekonomi 2022 yang sudah berlalu.
"Pertumbuhan ekonomi 2022 diperkirakan di kisaran 5,3 persen," kata dia kepada Republika, Senin (16/1/2023).
Sementara, lanjutnya, pertumbuhan ekonomi 2023 akan ditentukan oleh surplus neraca perdagangan atau kinerja ekspor 2023. Piter memperkirakan, surplus neraca perdagangan pada 2023 akan lebih kecil dibandingkan 2022. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kondisi itu.
"(Di antaranya) harga komoditas sudah mulai turun, walau tidak akan sampai sangat jatuh di bawah harga 2019. Harga komoditas walau turun masih cukup tinggi sehingga masih akan surplus neraca perdagangan," jelas dia.
BPS menyampaikan, neraca perdagangan Indonesia pada Desember 2022 mengalami surplus 3,89 miliar dolar AS. Surplus itu karena nilai ekspor lebih tinggi dibandingkan impor.
Nilai ekspor pada Desember 2022 mencapai 23,83 miliar dolar AS. Sementara, nilai impor pada periode tersebut mencapai 19,94 miliar dolar AS.
Disebutkan, transaksi perdagangan sektor nonmigas juga lebih tinggi yakni 5,61 miliar dolar AS. Hanya saja, BPS mengatakan transaksi tersebut tereduksi oleh defisit perdagangan sektor migas sebesar 1,72 miliar dolar AS.